Rabu, 23 Desember 2015

Makalah Tunarungu

 


ORTOPEDAGOGIK UMUM

                                                                DOSEN :-  DR. Joppy Liano, M.Pd
                                                                                  -  Aldjon Dapa, S.Pd.M.Pd
                               






“ANAK TUNARUNGU”
Di susun oleh :
Nama         : Anggun M.P Weku
Nim            : 14103005
Semester     : 1

UNIVERSITAS NEGERI MANADO
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN KHUSUS
2014

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang  Maha kuasa, atas segala bimbingan, kuasa dan penyertaanNya, penulis dapat beroleh kesehatan dan kemampuan sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul ”ANAK TUNARUNGU”.
Penulis menyadari betul, tanpa bantuan berbagai pihak tugas ini tidak mungkin dapat di selesaikan, melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini sehingga dapat menghasilkan sebuah tugas yang sederhana.
Di sadari sepenuhnya bahwa makalah ini  masih banyak kesalahan dan kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat maupun bahasanya. Untuk itu di harapkan apabila ada kesalahan atau ketidaksesuaian bahasa dalam penulisan ini diharapkan koreksi yang konstruktif dari penyempurnaan makalah ini. Terakhir diharapkan semoga makalah ini dapat di terima dan bermanfaat bagi pihak-pihak lain.



Tomohon, 08 Desember 2014




DAFTAR ISI
KATA PENGANTANTAR.................................................................................................. ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A.      Latar Belakang................................................................................................................1
B.       Rumusan .........................................................................................................................2
C.       Tujuan ............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 3
A.    Pengertian........................................................................................................................ 3
B.     Karakteristik Anak Tunarungu........................................................................................ 3
C.     Penyebab Tunarungu....................................................................................................... 7
D.    Klasifikasi Tunarungu ..................................................................................................... 8
E.     Kebutuhan Pendidikan & Layanan Bimbingan Bagi Tunarungu ................................... 9
F.      Kisah-kisah Motivasi Untuk ABK Tunarungu ............................................................... 12
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 19



BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
           
            Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (ABK) juga diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, bahasa dan bicara, intelegensi, emosi dan sosial sehingga membutuhkan pembelajaran secara khusus.
            Istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus. Menurut World Health Organization (WHO), disability adalah keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
            Orang tuli dan sulit mendengar yang berada di masyarakat sangat beragam, sangat berbeda penyebab dan tingkatan gangguan pendengarannya. Penanganan untuk berinteraksi dengan anak tunarungu juga berbeda-beda, tergantung pada tingkatan usia yang berbeda, latar belakang pendidikan, metode komunikasi, dan bagaimana perasaan mereka tentang gangguan pendengaran mereka. Bagaimana seseorang “melabeli” diri mereka sendiri dalam hal gangguan pendengaran tersebut mencerminkan identifikasi dari masyarakat mengenai tuli. Dengan demikian, hal itu akan terklasifikasi apakah mereka tuli atau Tuli.
            Sebagaimana anak-anak normal pada umumnya, anak tunarugu tentu menginginkan kesempatan yang sama dalam meraih masa depan yang dicita-citakannya. Dalam hal ini, berarti peran orang di sekitarnya sangat dibutuhkan untuk membantu mengarahkan anak tunarungu mewujudkan cita-citanya. Dengan kesadaran ini, diharapkan potensi-potensi dari anak tunarungu dapat dikembangkan sebaik mungkin sehingga prestasi yang gemilang dapat terwujud dan turut membanggakan Indonesia.



Rumusan masalah 
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan anak tunarungu dan bagaimana karakteristiknya?
2.      Apa yang terjadinya tunarungu dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk mencegah ketunarunguan tersebut?
3.      Apa yang penyebab tunarungu?
4.      Bagaimana klasifikasi tunarungu?
5.      Bagaiman layanan bimbingan yang dapat diberikan pada penderita tunarungu dan assesmen seperti apa yang cocok bagi penderita tunarungu?


Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :
1.      Untuk menjelaskan dan mengetahui pengertian anak tunarungu dan bagaimana karakteristiknya.
2.      Untuk menjelaskan dan mengetahui terjadinya tunarungu dan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah ketunarunguan tersebut.
3.      Untuk menjelaskan dan mengetahui tentang penyebab tunarungu
4.      Untuk menjelaskan dan mengetahui klasifikasi tunarungu.
5.      Untuk menjelaskan dan mengetahui layanan bimbingan yang dapat diberikan pada penderita tunarungu dan assesment seperti apa yang cocok bagi penderita tunarungu



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian
            Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga seseorang. Kondisi ini menyebabkan orang tersebut mengalami hambatan atau keterbatasan dalam merespons bunyi-bunyi yang ada di sekitarnya. Tunarungu terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yaitu ada yang khusus dan umum. Anak penderita tunarungu yang menunjukkan ketidakfungsian organ pendengaran terkadang menyebabkannya memiliki karakteristik yang khas, berbeda dengan anak normal pada umumnya.
            Tunarungu merupakan kondisi seseorang mengalami kendala untuk mendengar. Kendala tersebut berarti tidak bisa mendengar secara total atau hanya sebagian saja. Sungguh sangat disayangkan juga apabila kondisi menjadi tunarungu sudah dialami sejak usia dini. Padahal anak-anak adalah generasi penerus bangsa.
            Tunawicara merupakan individu yang mengalami kesulitan berbicara. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang atau tidak berfungsinya alat-alat bicara, seperti rongga mulut, lidah, langit-langit dan pita suara. Selain itu, kurang atau tidak berfungsinya organ pendengaran, keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan pada system saraf dan struktur otot, serta ktidakmampuan dalam control gerak juga dapat mengakibatkan keterbatasan dalam berbicara
            Terdapat kecenderungan bahwa seseorang yang mengalami tunarungu seringkali diikuti pula dengan tunawicara. Kondisi ini dapat menjadi suatu rangkaian sebab dan akibat. Seseorang penderita tunarungu dapat dipastikan bahwa akibat yang akan terjadi pada diri penderita adalah kelainan bicara (tunawicara). Namun, tidak demikian halnya seseorang yang menderita tunarungu kekacauan artikulasi adalah contoh-contoh kelainan bicara yang sebenarnya kecil kemungkinannya berkaitan dengan kondisi ketunarunguan.

B.   Karakteristik Anak Tunarungu
            Semua individu memiliki karakteristik tertentu demikian pula anak-anak yang mengalami ketunarunguan dan dampak yang paling mencolok yaitu terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara, mereka terbatas dalam kosa kata dan pengertian kata-kata yang abstrak. Hal ini karena mereka hanya memanfaatkan penglihatan dalam belajar bahasa. Belajar bahasa hanya melalui penglihatan memiliki banyak kelemahan-kelemahan sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan intelegensinya secara maksimal, akibatnya mereka tampak bodoh.Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda dengan perkembangan bahasa anak normal sekitar usia enam bulan anak mencapai pada tahap meraban. Pada perkembangan ini semua anak mengalaminya karena merupakan awal untuk belajar bahasa.
            Anak yang sejak lahir mengalami ketunarunguan, pada saat bayi mengulang-ulang bunyi bayi tidak dapat mendengar bunyi yang dikeluarkan begitu pula ia tidak dapat mendengar respon yang dikeluarkan oleh orang tua atau orang-orang yang dekat darinya.
            Ada beberapa perbedaan karakteristik anatara anak tunarungu dengan anak normal. Hal ini disebabkan keadaan mereka yang sedemikian rupa sehingga mempunmyai karakter yang khas yang menyebabkan anak tunarungu mendapatkan kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka perlu mendapat pembinaan yang khusus untuk mengatasi masalah ketunarunguan.Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai berikut:

·       Fisik
            Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti tidak terdapat kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka mempunyai karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Tati Hernawati (1990 : 1) sebagai berikut :
a.       Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak tunarungu yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat keseimbangannya.
b.      Gerakan mata cepat yang menunujukan bahwa ia ingin menguasai lingkungan sekitarnya.
c.       Gerakan kaki dan tangan yang cepat.
d.      Pernapasan yang pendek dan agak terganggu. Kelainan pernapasan terjadi karena tidak terlatih terutama pada masa meraban yanmg merupakan masa perkembangan bahasa.

·         Bahasa dan bicara
            Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Dengan kondisi yang disandangnya anak tunarungu akan mengalami hambatan dalam bahasa dan bicaranya. Pada anak tunarungu proses penguasaan bahasa tidak mungkin diperoleh melalui pendengaran. Dengan demikian anak tunarungu mempunyai ciri-ciri perkembangan bahasa sebagai berikut:
a.       Fase motorik yang tidak teratur.
                        Pada fase ini anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak teratur, misalnya :
1)   Gerakan tangan.
2)   Menangis. Menangis permulaan adalah gerak refleks dari bayi yang baru lahir. Menangis sangat penting bagi perkembangan selanjutnya karena dengan menangis secara tidak sengaja sudah melatih otot-otot bicara, pita suara dan paru-paru.
b.      Fase meraban (babbling)
                        Pada awal fase meraban (babling) tidak terjadi hambatan karena fase meraban        ini merupakan kegiatan alamiah dari pernapasan dan pita suara.
            Mula-mula bayi babling, kemudian ibu meniru. Tiruan itu terdengar oleh bayi dan ditirukan kembali. Peristiwa inilah yang menjadi proses terpenting dalam pembinaan    bicara anak. Bagi anak tunarungu tidak terjadi pengulangan bunyinya sendiri, karena            anak tunarungu tidak mendengar tiruan ibunya. Dengan demikian perkembangan             bicara selanjutnya menjadi terhambat.
c.       Fase penyesuaian diri. 
                        Suara-suara yang diujarkan orang tua dan ditiru oleh bayi kemudian ditirukan        kembali oleh orang tuanya secara terus menerus. Pada anak tunarungu hal tersebut        terbatas pada peniruan penglihatan (visual) yaitu gerakan-gerakan atau isyarat-isyarat, sedangkan peniruan pendengaran (auditif) tidak terjadi karena anak tunarungu tidak    dapat mendengar suara.
            Tiga faktor yang saling berkaitan antara ketidakmampuan bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran menurut Daniel F. Hallahan dan James M. Kauffman yang dikutip oleh Andreas Dwijosumarto (1990 : 2) adalah sebagai berikut :
1.    Penerima auditori tidak cukup sebagi umpan balik ketika ia membuat suara.
2.    Penerimaan verbal dari orang dewasa tidak cukup menunjang pendengarannya.
3.    Tidak mampu mendengar contoh bahasa dari orang mendengar.
            Ciri-ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan bahasanya adalah miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit mengartikan kata-kata yang mengandung arti kiasan. Sedangkan ciri-ciri anak tunarungu  berkenaan dengan bicaranya adalah nada bicaranya tidak beraturan, bicaranya terputus-putus akibat dari penguasaan kosa kata yang terbatas, dalam bicara cenderung diikuti oleh gerakan-gerakan tubuh serta sulit menguasai warna dan gaya bahasa.

·     Intelegensi
            Secara garis besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di klasifikasikan menjadi tiga bagian.:
a.       Pertama anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal (YukeSiregar, 1981 : 2 )
b.      Kedua, dianggap bahwa  intelegensi anak tunarungu lebih rendah dari anak normal .
c.       Bahwa anak tunarungu mengalami kekurangan potensi intelektual pada segi non verbal.

·      Emosi
            Semua anak memerlukan perhatian dan dapat diterima di lingkungan yang di tempati. tidak terkecuali anak tunarungu, tetapi semua itu akan sulit didapatkan oleh anak tunarungu karena mereka hanya dapat merasakan ungkapan tersebut melalui kontak visual. Berbeda dengan anak normal yang dapat merasakan ungkapan yang diberikan melalui nada suara yang diperoleh dengan cara mendengar. Hal ini akan berpengaruh pada perkembangan emosi anak tunarungu. Karena keadaanya itu anak tunarungu merasa terasing dan terisolasi dari lingkungannya. Sering terjadi, ketidak mampuan mereka dalam berkomunikasi mengakibatkan suatu kekurangan dalam keseluruhan pengalaman anak yang sebenarnya dasar bagi perkembangan, sikap dan kepribadian. Beberapa sifat yang terjadi pada anak tunarungu akibat dari kekurangannya  adalah :
a.    Sifat egosentris yang lebih besar daripada aanak normal, dunia penghayatan mereka lebih sempit maka akan lebih terarah pada dirinya sendiri. Sifat egosentis ini berarti :
1)      Sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan pada perasaan orang  lain.
2)      Dalam perilakunya sering di kuasai oleh perasaan dan pikiran sendiri   mereka sulit menyusuaikan diri.
b.  Mempunyai perasaan takut akan hidup.
c.  Sikap ketergantungan kepada orang lain.
d.  Perhatian yang sukar di alihkan.
e.  Kemiskinan dalam bidang fantasi.
f.  Sifat yang polos, sederhana tanpa banyak problem.
g.  Mereka dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
h.  Lekas marah dan cepat tersinggung.
i.   Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.


·     Sosial
            Setiap manusia memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Untuk dapat berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya di perlukan kematangan sosial. Yuke R Siregar (1986 : 26) mengemukakan tentang saran untuk mencapai kematangan sosial, yaitu:
a.       Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan kekhasan dalam masyarakat.
b.      Mempunyai kesempatan yang banyak untuk menerapkan kemampuannya.
c.       Mendapatkan kesempatan dalam hubungan sosial.
d.      Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman.
e.       Struktur kejiwaan yang sehat yang mendorong motivasi yang baik.

            Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit untuk mencapai kematangan oleh karenanya tidak jarang lingkungan memperlakukan mereka dengan tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan mereka cenderung memiliki rasa curiga pada lingkungan, memiliki perasaan tidak aman dan memiliki kepribadian yang tertutup, kurang percaya diri, menafsirkan sesuatu secara negatif, memiliki perasaan rendah diri dan merasa disingkirkan, kurang mampu mengontrol diri dan cenderung mementingkan diri sendiri.

v  Cara pencegahan terjadinya tunarungu
            Ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai upya pencegahan terjadinya tunarungu. Upaya tersebut dapat dilakukan pada saat sebelum nikah ( pranikah), hamil (prenatal), persalinan (natal), dan setelah kelahiran (post natal) yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Upaya yang dapat dilakukan sebelum nikah ( pranikah )
a.          menghindari pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudara dekat,     terutama pada keluarga yang mempunyai sejarah tunarungu
b.         melakukan pemeriksaan darah
c.          melakukan konseling genetika
2.    Upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil
a.         menjaga kesehatan dan memeriksakan kehamilan secara teratur pada dokter kandungan atau bidan
b.         mengonsumsi gizi yang baik atau seimbang
c.         tidak meminum obat sembarangan karena dapat menyebbkan keracunan pada janin
d.         melakukan imunisasi anti tetanus
3.    Upaya yang dapat dilakukan pada saat melahirkan
a.         pada saat melahirkan diupayakan tidak menggunakan alat penyedot
b.         apabila ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada daerah vaginanya maka kelahiran harus melalui operasi caesar.
4.    Upaya yang dapat dilakukan pada masa setelah lahir
a.         Melakukan imunisasi dasar serta imunisasi rubella yang sangat penting, terutama bagi wanita.
b.         Apabila anak mengalami sakit influenza, harus dijaga atau diobati jangan sampai terlalu lama karena virusnya dapat masuk kerongga telinga tengah melalui saluran eustachius, dan dapat menyebabkan peradangan ( otitis media ).
c.          Menjaga telinga dari kebisingan, seperti menggunakan pelindung telinga bagi para pekerja di pabrik.

C.   Penyabab Tunarungu
Ketidaksempurnaan kadang membuat anak-anak minder dalam pergaulannya sehari-hari. Kehilangan pendengaran, termasuk oleh salah satu permasalahan yang membuat anak-anak sulit tumbuh normal di tengah masyakarat.
Memilikpermasalahan ini lebih dalam, audiologis dan pakar pendidikan anak tunarungu, Drs.Anton Subarto,Dipl. Audiologis, menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan ketulian pada anak. Dalam hal ini. Ia menyebutkan :
1.    Ketulian disebabkan karena virus Toxoplasma Rubella atau campak, Herpes, dan Sipilis. Terkadang kedua orang tua tidak menyadari bahwa dirinya telah mengidap virus tersebut sehingga menyebabkan ketulian pada anaknya kelak.
2.    Lahir secara prematur, hal ini juga bisa menyebabkan ketulian pada anak.
3.    Ketulian juga bisa disebabkan karena sang ibu pada saat hamil yang berusaha menggugurkan janin yang ada dalam kandungan.
4.    Anak yang lahir dan kekurangan oksigen pun bisa menjadi tuli.
5.    Ketulian juga bisa dialami ketika anak pada masa pertumbuhan. Misalnya, seorang anak lahir secara normal, hanya saja menjelang usia 10 tahun ia mengalami sakit dan diberikan obat dengan dosis tinggi sehingga hal itu bisa menyerang fungsi pendengaran telinganya.
Jadi, ada gangguan pendengaran karena obat-obatan yang memiliki efek samping tertentu yang menyebabkan ketulian. Di antara obat-obatan itu adalah pil kina dan aspirin yang mempunyai pengaruh besar pada telinga. Oleh karena itu harus hati-hati bila dikonsumsi.
6.    Peringatan bagi para ibu-ibu hamil, kalau sedang mengandung sebisa mungkin jangan sakit karena suatu penyakit yang diderita saat hamil sangat riskan untuk kandungan, terlebih seperti campak atau tipes. Semua penyakit dengan panas tinggi, akan sangat riskan untuk kandungan.
7.    Faktor genetik juga bisa memengaruhi, misalnya kedua orangtuanya normal, namaun kakek, dan neneknya memiliki riwayat pernah mengalami ketulian. Hal ini bisa berdampak pada anak.

8.    Anak terlahir dengan disedot, vakum, atau cesar. Hal ini juga bisa merusak saraf pendengaran. Jika anak mengalami tuli saraf, tentu tidak bisa disembuhkan, hanya bisa dibantu dengan alat bantu dengar semata.
Sementara tuli konduktif yang disebabkan karena infeksi dapat disembuhkan, tetapi ketuliannya belum tentu sembuh secara sempurna. Apalagi kalau tuli saraf, karena yang mengalami kerusakan adalah saraf di dalam labirin yang sangat kecil, maka tidak bisa dioperasi dan tidak bisa disembuhkan.




D.   Klasifikasi Tunarungu
            Menurut Hallahan dan Kauffman klasifikasi ketunarunguan berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran di bagi kedalam dua kelompok besar yaitu tuli (deaf)  dan kurang dengar (hard of hearing).Klasifikasi lain dikemukakan oleh Streng yang dikutip Somad dan Hernawati ( 1997 : 28-31 ) sebagai berikut:
1.    Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang  memiliki ciri- ciri:
a.         Sukar mendengar percakapan yang lemah.
b.         Menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah tentang     kesulitannya.
c.         Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan perkembangan        penguasaan perbendaharaan kata.
2.    Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang memiliki ciri-        ciri sebagai berikut :
a.         Mengerti percakapan biasa pada jarak satu meter.
b.         Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran pada jarak normal dan  kadang-kadang      mereka mendapat kesulitan dan menangkap percakapan kelompok.
c.         Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan kata yang terbatas.
d.         Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar membaca, penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan perhatian dalam perkembangan perbendaharaan kata.
3.    Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB yang   memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.         Mereka mengerti percakapan keras pada jarak satu meter.
b.         Perbendaharaan kata terbatas
4.      Severa loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB. Memiliki ciri-ciri :
            Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat misalnya klakson             mobil dan lolongan anjing. Mereka diajar dalam suatu kelas khusus untuk anak-anak      tunarungu. Diperlukan latihan membaca ujaran dan pelajaran yang dapat        mengembangkan bahasa dan bicara dari guru kelas khusus.
5.      Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB keatas.Memiliki ciri:
            Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali tidak       mendengar walaupun menggunakan alat bantu dengar.

            Menurut buku pendidikan anak tuna rungu untuk sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa ( SGPLB ) menyebutkan, bahwa ada klarifikasi ketuna runguan yang didasarkan klasifikasi umum, klasifikasi etiologis, klasifikasi anatomos fisiologis,dan menurut nada yang tak dapat didengar, Depdikbud ( 1977 : 8 ).
1.    Klasifikasi etilogis
a.    Tuna rungu endogen adalah suatu ketunarunguan yang diturunkan oleh orang tuanya
b.    Tuna rungu eksogen adalah ketunarunguan yang diakibatkan suatu penyakit atau kecelakaan.
c.     
2.    Klasifikasi anatomis-fisikologis
a.       Tuna rungu hantaran (konduksi) adalah ketunarunguan yang disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat penghantar getaran pada telinga bagian bawah.
b.      Tuna rungu syaraf (perseptif) adalah ketunarunguan sebagai akibat dari kerusakan atau tidak berfungsinya alat pendengarn telinga bagian dalam.
3.         Menurut nada yang tak dapat di dengar
a.       Tuna rungu nada rendah
b.      Tuna rungu nada tinggi
c.       Tuna rungu total.


D. Kebutuhan Pendidikan dan Layanan Bimbingan Bagi Tunarungu
1.    Kebutuhan pendidikan
a.         Landasan agama
b.         Landasan kemanusiaan
c.         Landasan hukum
d.         Landasan pedagogis

2.     Layanan bagi anak tuna rungu
a.         Jenis layanan
            Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu meliputi layanan umum dan khusus.
1)   Layanan umum
Layanan umum merupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan kepada anak mendengar atau normal yang meliputi layanan akademik, latihan dan bimbingan. Layanan akademik bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan layanan akademik bagi anak mendengar, yaitu mencakup mata-mata          pelajaran yang biasa diberikan di SD biasa, tetapi terdapat hal-hal yang perlu             diperhatikan berkaitan dengan ciri khas layanan bagi anak tuna rungu. Layanan bimbingn trutama diperlukan dalam mengatasi dampak kelainan terhadap aspek psikologisnya, serta pengembangan sosialisai siswa.

2)   Layanan khusus
Layanan khusus merupakan layanan yang khusus diberikan kepada anak tunarungu dalam mengurangi  dampak ketunarunguannya atau melatih kemampuan yang masih ada, yang meliputi layanan bina bicara serta layanan bina persepsi bunyi dan irama.
2.    Layanan bina bicara
                 Layanan bina bicara merupakan layanan upaya untuk meningkatkan kemampuan anak tunarungu dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata, agar dapat dimengerti atau diinterpretasika oleh orang yang mengajak atau diajak bicara.Latihan bina bicara bertujuan antara lain agar anak tuna rungu memiliki dasar ucapan yang benar sehingga dapat dimengerti orang lain, memberi keyakinan pada anak tuna rungu bahwa bunyi atau suara yang yang diproduksi melalui organ bicaranya harus mempunyai    makna, membedakan ucapan yang satu dengan ucapan yang lainnya, serta memfungsikan organ-organ bicaranya yang kaku.
3.    Layanan bina persepsi bunyi dan irama
            Layanan bina persepsi bunyi dan irama merupakan layanan untuk melatih kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui sisa pendengaran atau merasakan vibrasi (getaran bunyi) bagi siswa yang hanya memiliki sedikit sekali sisa pendengaran.
a.    Tempat atau sistem layanan
1)   Tempat khusus atau sistem segregasi
                        Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak tunarungu melalui sistem segregasi, maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan tersebut dilaksanakan di tempat khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untk anak mendengar atau anak normal dengan memiliki kurikulum sendiri. Tempat pendidikan melalui sistem segregasi dapat dikemukakan sebagai berikut:
Ø  Sekolah khusus
            Sekolah khusus bagi anak tunarungu disebut Sekolah Luar Biasa Bagian B ( SLB-B ).
Ø  Sekolah Dasar Luar Biasa ( SDLB )
     SDLB adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis kelainan, seperti anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tuna daksa dalam satu sekolah.
Ø  Kelas jauh atau kelas kunjung
     Kelas jauh adalah kelas yang dibentuk atau disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunarungu yang bertempat tinggal jauh dari SLB/SDLB.
b.    Sekolah umum atau sistem integrasi
        Sistem pendidikan integrasi merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama-sama dengan anak mendengar atau normal di sekolah umum atau sekolah biasa. Depdiknas ( 1986 ) mengelompokkan bentuk-bentuk keterpaduan tersebut           menjadi :
Ø  Bentuk kelas biasa
Ø  Bentuk kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus
Ø  Bentuk kelas khusus
c.    Metode komunikasi
     Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak tunarungu, yaitu :
1)   Metode oral
                 adalah metode berkomunikasi dengan cara yang lazim digunakan oleh orang yang mendengar, yaitu melalui bahasa lisan.
2)   Metode membaca ujaran
                 Anak tunarungu mengalami kesulitan untuk menyimak pembicaraan melalui pendengarannya. Oleh karena itu, ia dapat memanfaatkan penglihatnnya untuk memahami pembicaraan orang lain melalui gerak bibir dan mimik si pembicara.

3)   Metode manual ( isyarat )
                        Metode manual yaitu metode komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat dan ejaan jari ( finger spinding). Komponen bahasa isyarat meliputi :
Ø Abjad jari ( finger spelling ), adalah jenis isyarat yang dibentuk dengan   jari-jari tangan untuk menggambarkan abjad atau untuk mengeja huruf dan angka.
Ø Ungkapan badaniah/bahasa tubuh, meliputi keseluruhan ekspresi tubuh, seperti sikap tubuh, ekspresi muka ( mimik ), pantomimik, dan gesti atau gerakan yang dilakukan seseorang secara wajar dan alami.
Ø Bahasa isyarat asli, yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional yang berfungsi sebagai pengganti kata, yang disepakati oleh kelompok atau daerah tertentu. Secara garis besar, bahasa isyarat asli dibedakan menjadi 2, yaitu:
·      Bahasa isyarat alamiah
·      Bahsa isyarat konseptual
Ø Bahasa isyarat formal, yaitu bahasa nasional dalam isyarat yang biasanya menggunakan kosakata isyarat dengan struktur bahasa yang sama persis dengan bahasa lisan.
4)        Komunikasi total
                        Dengan komunikasi total setiap anak tunarungu memiliki kesempatan mengembangkan setiap sisa pendengarannya dengan alat bantu dengar dan atau sistem terpercaya untuk memperbesar           kemampuan mendengarnya (high fidality group amplification system) ( Denton, 1970, hlm.3 )
d.  Strategi dan media pembelajaran
1)        strategi pembelajaran
                 strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran anak tunarungu, yaitu meliputi: 
Ø Strategi individualisasi
     Merupaka strategi pembelajaran dengan mempergunakan suatu program yang disesuaikan dengan perbedaan individu, baik karakteristik, kebutuhan maupun kemampuannya secara perorangan.
Ø Strategi kooperatif
     Merupakan strategi pembelajaran yang menekankan unsur gotong royong atau saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Ø Strategi modifikasi perilaku.
     Strategi ini bertujuan untuk mengubah perilku siswa ke arah yang lebih positif melalui conditioning ( pengondisian ) dan membantunya agar lebih produktif sehingga menjadi individu yang mandiri.
2)        Media pembelajaran
          Media yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak tunarungu, lebih menekankan pada media yang bersifat visual. Bagi anak tunarungu yang tergolong kurang dengar, dapat digunakan pula media audio dan audiovisual, tetapi keterserapan pada unsur audionya terbatas.
          Anak Tuna Rungu memiliki keterbatasan dalam berbicara dan mendengar, media pembelajaran yang cocok untuk Anak Tuna Rungu adalah media visual dan cara menerangkannyadengan bahasa bibir/gerak bibir.
Media pembelajaran yang dapat digunakan untuk Anak Tuna Rungu dalam sebuah makalah yang berjudul “Media Pembelajaran” Bina Komunikasi Persepsi Bunyi Dan Irama ( BKPBI) adalah sebagai berikut:

1. Media Stimulasi Visual
   a.  Cermin artikulasi, yang digunakan untuk mengembangkan feed back     visual,         denganmelihat/mengontrol gerakan organ artikulasi diri siswa itu sendiri,                maupun dengan menyamakan gerakan/posisi organ artikulasi dirinya dengan posisi           organ artikulasi guru.
   b.  Benda asli maupun tiruan
   c.  Gambar, baik gambar lepas maupun gambar kolektif.
   d.  Pias kata
   e.  Gambar disertai tulisan, dsb.
2. Media Stimulasi Auditoris
   a. Speech Trainer, yang merupakan alat elektronik untuk melatih     bicaraanak dengan      hambatan sensori pendengaran
   b. Alat musik, seperti: drum, gong, suling, piano/organ/ harmonika, rebana,terompet,         dan sebagainya.
   c. Tape recorder untuk memperdengarkan rekaman bunyi- bunyi latar belakang,
     seperti : deru mobil, deru motor, bunyi klakson mobilmaupun motor, gonggongan anjing dsb.
   d. Berbagai sumber suara lainnya, antara lain :
      • Suara alam                         : angin menderu, gemercik air hujan, suara petir,dsb.
      • Suara binatang                  : kicauan burung, gongongan anjing, auman harimau,                                                   ringkikan kuda,dsb.
      • Suara yang dibuat manusia: tertawa, batuk, tepukan tangan,                                                                                  percakapan, bel, lonceng, peluit,dsb.
   e. Sound System, yaitu suatu alat untuk memperkeras suara.
   f. Media dengan sistem amplifikasi pendengaran, antara lain ABM, Cochlear Implant        dan loop system.


F.Kisah-kisah motivasi untuk ABK Tunarungu
            Bagian kalian yang termasuk anak berkebutuhan khusus terutama tuanrungu, jangan dulu berkecil hati. Banyak kisah sukses yang diraih oleh teman-teman para penyandang tunarungu. Meskipun mereka mempunyai keterbatasan, namun terbukti dapat  membuahkan suatu karya yang luar biasa, dan tidak kalah dengan anak normal pada umumnya.
            Oleh karena itulah buku ini hadir memberikan angin segar bagi anak ABK khususnya tunarungu, untuk dapat bangkit mewujudkan lainnya. Banyak seorang yang tak kalah sukses dengan anak-anak lainnya. Banyak kisah motivasi dihadirkan di sini, seperti Helen Keller (Sang Motivator), Angkie Yudistia (Sang Penulis), Amanda Farliany Faishal (Artis Sinetron & Model) dan Rachmita Maun Harahap (Kemandirian Insinyur).

v  Helen Keller (Sang Motivasi)
            Ia lahir normal di Tuscumbia, Alabama pada 1880. Di usia 19 bulan, ia diserang penyakit yang menyebabkannya buta dan tuli. Ia menjadi frustasi karena kesulitas berkomunikasi, sering marah, dan sulit diajar. Pada usia 7 tahun, orang tuanya mempercayai Anne Sullivan menjadi guru pribadi dan pembimbing Hellen. Annie memegang tangan Helen di bawah air dan dengan bahasa isyarat, ia mengucapkan "A-I-R" pada tangan yang lain. Saat Helen memegang tanah, Annie mengucapkan "T-A-N-A-H" dan ini dilakukan sebanyak 30 kata per hari. Helen diajar membaca lewat huruf Braille sampai mengerti apa maksudnya. Helen menulis, "Saya ingat hari yang terpenting di dalam seluruh hidup saya adalah saat guru saya, Anne Mansfield Sullivan, datang pada saya.
            Dengan tekun, Annie mengajar Helen untuk berbicara lewat gerakan mulut, sehingga Helen berkata, "Hal terbaik dan terindah yang tidak dilihat atau disentuh oleh dunia adalah hal yang dirasakan di dalam hati." Ia belajar bahasa Perancis, Jerman, Yunani dan Latin lewat Braille. Pada usia 20 tahun, ia kuliah di Radcliffe College, cabang Universitas Harvard khusus wanita. Annie menemani Hellen untuk membacakan buku pelajaran, huruf demi huruf lewat tangan Helen dalam huruf Braille. Hanya 4 tahun, Helen lulus dengan predikat magna cum laude. Dia adalah orang tuna rungu dan tuna netra pertama yang lulus dari universitas.
            Pada tahun 1914, Helen Keller berkeliling Amerika untuk menjadi aktivis, konselor, maupun dosen terutama untuk anak-anak yang memiliki keterbatasan seperti dirinya. Dengan didampingin Anne Sullivan, dia juga mengunjungi para tentara di sekeliling Eropa yang terlibat Perang Dunia II.
            Pada tahun 1923, Helen menjadi juru bicara bagi American Foundation for the Blind dan mengurus penggalangan dana, serta pengembangan sistem pendidikan yang lebih baik bagi penderita keterbatasan fisik.

v  Angkie Yudistia (Sang Penulis)
            Ia perempuan kelahiran Medan, 5 Juni 1987 itu. Namun, dii balik paras cantiknya, ia merupakan penyandang tunarungu. Namun, itu tak mengurangi apapun. Di usianya yang masih 25 tahun, Angkie sudah menjadi founder dan CEO (chief executive officer) Thisable Enterprise. Perusahaan yang didirikan bersama rekannya itu fokus pada misi sosial, khususnya membantu orang yang memiliki keterbatasan fisik alias difable (Different Ability People).
            Dikisahkan Angkie, menyadari keterbatasannya sebagai penyandang tunarungu sejak usia 10 tahun tak membuatnya pasrah menjalani hidup. Meski berat, ia mampu menyelesaikan pendidikannya di sekolah umum sejak sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA).  Angkie kemudian menyelesaikan studinya di jurusan periklanan di London School of Public Relations (LSPR), Jakarta, dan lulus dengan indeks prestasi komulatif 3.5. Di kampus yang sama, Angkie bahkan telah meraih gelar master setelah lulus dari bidang komunikasi pemasaran lewat program akselerasi.Semasa kuliah, Angkie pun selalu aktif dalam berbagai kegiatan. Ia merupakan finalis Abang None mewakili wilayah Jakarta Barat pada 2008. Selain itu ia juga berhasil terpilih sebagai The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008, serta Miss Congeniality dari Natur-e, serta berbagai prestasi lainnya.
            Bungsu dari dua bersaudara itu pernah pula berkarier sebagai humas di berbagai perusahaan. Berbagai prestasi dan semangatnya itulah yang pada akhirnya membuat Angkie tergerak untuk memotivasi para penyandang difable lainnya. Angkie mulai terlibat dengan kegiatan sosial saat bergabung dengan Yayasan Tunarungu Sehijara pada 2009. Sejak saat itu hingga kini, ia pun kerap jadi pembicara dan menjadi delegasi Indonesia di berbagai kegiatan Internasional di manca negara yang berkaitan dengan kaum difable.Kepedulian pemilik tinggi 170cm dan berat 53kg itu pun terus berlanjut dengan meluncurkan buku berjudul ‘Invaluable Experience to Pursue Dream’ (Perempuan Tuna Rungu Menembus Batas) akhir 2011 lalu. Pengalaman hidup dan pemikirannya dituangkan lewat karyanya itu.
            Angkie mengaku ingin memotivasi para penyandang difable agar bangkit dan melawan keterbatasan fisik mereka. Ia pun berharap buku itu menyadarkan setiap orang agar jangan mendiskriminasi orang sepertinya. “Di balik keterbatasan pasti ada kelebihan. Walaupun aku terbatas mendengar, bukan berarti harus terbatas melakukan apapun. Aku ingin menunjukkan semua batas harus ditembus, karena setiap masalah pasti ada jalan keluarnya

v  Amanda Farliany Faishal (Artis Sinetron & Model)
            Setelah mendapat penghargaan khusus saat menjadi finalis Cover Girl ’99 sebuah majalah remaja ibu kota, sosok Amanda langsung menarik perhatian. Berbagai produk iklan mempercayakan Amanda sebagai model, seperti sepatu New & New, Tas Export, Loreal, Kiranti, Kaus C 59 maupun kaus H&R dan produk Matahari. Demikian pula dalam klip video penyanyi Dike Ardilla, MF Band. Pance Pondaag dan Roy Lino. Terakhir dia bermain dalam film Meniti Cinta. “Saya bisa berhasil karena mama,” dengan nada patah-patah Amanda berucap. Berkat perjuangan tak kenal lelah, sang mama, Arlinda Bauty, kakak kandung artis sinetron Fenny Bauty memang berhasil membentuk pribadi dan mengantar Amanda menjadi model dan artis. Meski dengan segala kekurangsempurnaan indera ibu dan anak yang sama-sama cantik itu menerima Didi di ruang tamu rumahnya yang asri di Griya BNI Simprug, Jakarta Selatan. Dan Arlinda Bauty mantan None Jakarte 1980 itu pun berbagi cerita.
            Lahir normal, perkawinan saya dengan mas Faishal (kakak kandung dari suami Hetty Koes Endang, Yusuf Faishal), sungguh bahagia. Apalagi setelah kami dikarunia tiga anak, Amanda Farliany Faishal (Amanda), Maulana Alifan Faishal (Ifan), dan Rani Ramadhany Faishal (Rani). Ketika hamil anak pertama, apapun yang saya inginkan selalu dituruti suami. Beruntung ngidam saya gak aneh-aneh dan gampang dicari. Misalnya, martabak manis. Mas Faishal juga rajin membelikan majalah, buku dan apa saja yang bisa menambah pengetahuanku tentang kehamilan dan persiapan menyambut kelahiran bayi. Akhirnya waktu yang ditunggupun tiba. Karena letak rumah orang tua di Sunter, mereka menyarankan saya melahirkan di Rumah Sakit Angkatan Laut yang tak jauh dari rumah. Tanpa melewati proses sulit, persalinan saya termasuk cepat. Beberapa jam setelah masuk ke kamar persalinan langsung melahirkan dengan alamiah 14 Agustus 1983. Plong hati ini ketika dokter mengatakan anak kami lahir dengan sempurna dengan berat 2.9 kg serta tinggi 50 cm. soal kelamin anak bukan masalah, karena saya dan suami dan mempersoalkan anak pertama perempuan atau laki-laki. Oleh keluarga, anak pertama kami itu diberi nama Amanda. Singkatan dari anak Mamad dan Linda. Sedangkan Farliany juga singkatan dari nama orang tua kami. Betapa sayang keluarga kami, terutama keluarga saya yang baru mendapatkan cucu pertama. Saya melihat sejak Amanda lahir perkembangan motoriknya normal. Namun di saat usia 6 bulan, persisnya ketika saya bermain dengan Amanda, tiba-tiba saya merasa ada yang mencutigakan. Mata Amanda tidak pernah melirik ke arah bunyi mainan. Pada suami saya menceritakan kekhawatiran itu. Kami pun membawa Amanda ke dokter Hendarto Hendarmin. Setelah diperiksa, dokter bilang Amanda mengalami kelainan di pendengarannya. Terpukul hati saya mendengar penjelasan dokter itu. Bahkan, saya sempat protes, dan menganggap mungkin diagnosanya keliru. Kami bawa ke dokter lain. Ternyata tiga dokter memberi diagnosa berbeda. Kesimpulan dari para dokter itu, di usia Amanda belum dapat dipastikan adanya cacat pendengaran. Dan saya baru bisa yakin Amanda memiliki kekurangsempurnaan pada pendengaran ketika kami berlibur ke Singapura.
            Ahli THT di Rumah Sakit Mount Elizabeth di sana yakin kalau anak saya tuli (tuna rungu). Rasanya hanya mukjizat yang dapat menyembuhkan cacat Amanda. Gendang telinga kanan hampir rusak total (110 desibel) sedangkan gendang telinga kirinya (90 desibel) masih dimungkinkan dapat mendengar walau dengan alat bantu pendengaran.

v  Rachmita Maun Harahap (Kemandirian Insinyur) 
            Dulu aku tidak mengerti, kenapa orang tuaku harus menepuk pundak dan berisyarat dengan gerakan tangan saat memanggilku. Padahal kalau bicara pada kakakku, pakai bahasa verbal.” dengan intonasi yang sedikit tersendat, Rachmita memulai ceritanya. Ia baru memahami keterbatasan pendengaran yang disandangnya ketika menginjak usia 9 tahun. Waktu itu dikasih alat bantu dengar oleh dokter. Katanya untuk membantu komunikasi. Di situ aku baru ngerti kalau ternyata aku tuli.
            Mita, demikian sapaan akrabnya. Rachmita Maun Harahap merupakan anak keempat dari pasangan Masniari Siregar dan Ali Panangaran Harahap ini memang menyandang tunarungu sejak lahir. Meski empat di antara enam orang anak mereka menyandang keterbatasan pendengaran, Masniari dan Ali tidak pernah malu. Pada pertemuan dengan rekan-rekan kerjanya di Departemen Keuangan, Ali tidak pernah segan memperkenalkan anak-anaknya yang tunarungu. Aku salut sama Ayah dan Mama yang selalu mengenalkan anak-anaknya pada siapa aja, walaupun kami tunarungu.
            Pekerjaan sang ayah menuntut keluarga tersebut sering berpindah-pindah tempat tinggal, dari satu kota ke kota yang lain. Karena itu, sejak kecil Mita dan saudara-saudaranya pun terbiasa berpindah-pindah sekolah. Mita sendiri sempat bersekolah di SLB, namun kurikulum SLB yang lebih banyak mengajarkan keterampilan daripada akademis, membuatnya tidak puas. Aku merengek minta dipindahin ke SD umum.Kelas 6 SD, Mita pindah ke sekolah umum. Meski awalnya sang ibu sempat khawatir putrinya itu tidak bisa mengikuti pelajaran, toh nyatanya Mita berhasil membuktikan kesungguhannya. Ia mampu lulus dengan hasil memuaskan di SMPN 6 Surabaya, kemudian dilanjutkan ke SMAN 1 Serang, di mana keduanya merupakan sekolah favorit saat itu.
            Mita semakin percaya diri. Berbagai kegiatan ia ikuti, mulai dari les Bahasa Inggris, renang, tenis, sampai marching band. Suatu ketika, guru Mita mengajaknya ikut serta dalam sebuah kompetisi marching band. Aku kaget. guru itu tahu kalau aku punya kekurangan, tapi aku diajak ikut serta dalam lomba. Tak ingin menyia-nyiakan kepercayaan sang guru, Mita pun giat berlatih bersama teman-temannya. Tanpa disangka, wanita tunarungu itu berhasil meraih gelar mayoret terbaik dalam lomba Marching Band se-Jawa Barat tersebut.
            Seperti layaknya lulusan SMA, Mita pun ingin melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Tes seleksi masuk jurusan Arsitektur Lingkungan IPB dan Kodokteran Gigi Universitas Indonesia gagal ia lalui. Mita sempat berpikir untuk berwirausaha, ia mencoba mengikuti kursus salon dan menjahit. Akan tetapi harapan sang ayah agar putrinya itu menjadi seorang sarjana, membuat Mita kembali ke jalur akademis.
            Tahun 1990, Mita memilih universitas swasta Mercu Buana untuk meneruskan studinya. Mita yang mengambil jurusan Teknik Arsitektur kembali menikmati masa belajarnya. Terkadang, ia kurang memahami pelajaran karena penjelasan dosen di kelas yang tidak bisa ditangkap pendengarannya. Namun, teman-teman Mita bersedia membantu kesulitan belajarnya dengan meminjamkan buku catatan. Mita tetap mampu mengikuti pelajaran. “Ayah, aku pengen ngelanjutin kuliah sampai S2.” Itulah sebuah permintaan yang pernah Mita utarakan pada ayahnya. Kondisi sang ayah yang sudah mendekati masa pensiun, ditambah lagi adik-adik Mita yang masih butuh biaya, membuat Mita harus memendam mimpinya. Namun, siapa sangka, rupanya Tuhan telah menyiapkan skenario indah untuknya.
            Seorang anak tunarungu-wicara, berhasil lulus tepat waktu, meraih predikat cum laude dengan menyandang gelar mahasiswa terbaik. Itulah sepenggal kalimat yang terlontar dari mulut sang rector pada upacara wisuda. Tentu saja, Mita dan kedua orang tuanya terkejut, Bagaimana tidak, hanya Mita satu-satunya mahasiswa Mercu Buana yang menyandang tunarungu-wicara saat itu. Lebih terkejut lagi ketika ia diberitahukan bahwa prestasinya itu membuahkan tiket beasiswa S2.  Mita bebas memilih universitas yang dia inginkan. Ayah kan udah mau pensiun, tidak ada biaya. Eh, tahu-tahu aku dapat beasiswa.
            Kebanggaan pun terpancar jelas pada ekspresi Masniari, ibunda Mita, saat mengingat peristiwa tak terduga itu. Waktu itu tidak tahu lagi deh perasaannya gimana. Bayangkan, dipersilakan ambil S2, ke mana saja boleh!
            Lantas, tahun 1997, Mita pun resmi menjadi mahasiswa program Magister jurusan Desain Interior, ITB. Bukan hal mudah menempuh pendidikan di kampus favorit itu. Tidak seperti saat S1, teman-teman Mita di program Magister tampaknya enggan membantu dirinya yang tunarungu. “Gengsi kali ya, banyak saingan,” komentarnya. Tidak ada uluran tangan bukan berarti Mita patah arang. Ia tetap berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan tugas dan melewati ujian. Usahanya berbuah manis, Mita  lulus Magister Desain Interior di tahun 2000.
            Perjalanan hidupnya memang tak pernah lepas dari dunia pendidikan. Pasca kelulusannya dari ITB, Mita kembali ke almamaternya, Mercu Buana. Ia menjadi dosen pada jurusan Desain Interior. Aku satu-satunya dosen Desain Interior di sana. Aku yang usulkan pada rektorat supaya jurusan itu dibuka.” Ujar ibu dengan satu anak itu.
            Meski menyandang tunarungu-wicara, Mita tidak menemui hambatan berarti dalam mengajar mahasiswanya yang nondisabilitas. Penjelasan Mita yang disampaikan dengan intonasi bicaranya yang tersendat, terbantu dengan multi media. Sehingga materi yang ia sampaikan dapat diterima dengan baik oleh mahasiswanya. “Ya, kalau memang rezekinya begitu, tentu tidak akan ada masalah,” komentar Masniari tentang pekerjaan putrinya.
Lima tahun Mita mengajar. Beberapa kawan Mita yang sama-sama bergelar Master telah diangkat menjadi pegawai tetap, tapi Mita masih menjadi pegawai kontrak. Mita memang telah memenuhi persyaratan, ia juga sudah lulus psikotes. Namun, pada hasil psikotes terlampir kalimat, “Komunikasi diragukan”. Wanita 43 tahun itu merasa ada diskriminasi. Dengan dorongan dari PPCI, Departemen Sosial, dan Komnasham, Mita terus mengupayakan haknya. Sejumlah peraturan perundang-undangan penyandang cacat ia kumpulkan untuk mendorong sang rektor agar mengangkatnya menjadi pegawai tetap.
            Beberapa bulan berlalu, belum juga ada tanggapan. Mita mulai kehabisan kesabaran. Kembali ia datangi sang rektor, lantas berujar, “Bapak harus segera ambil keputusan. Kalau tidak, saya akan menempuh jalur hukum karena Bapak sudah melanggar undang-undang No. 4/1997 tentang penyandang cacat dan bisa dikenai denda Rp 200 juta.” Hasilnya? Satu minggu kemudian, ia diangkat menjadi pegaawai tetap.
            Kemandirian wanita kelahiran Padang Sidempuan itu dalam hidup tidak membuatnya melupakan kaum tunarungu. Meski bekerja sebagai dosen, di akhir pekan Mita tetap aktif dalam kegiatan sosial bersama para tunarungu. Banyak tunarungu yang tak seberuntung dirinya dalam hal memperoleh pendidikan dan pekerjaan. Rasa ingin membantu sesama, membuat Mita memutuskan untuk mendirikan Yayasan Sehjira pada 5 Desember 2001.
            Berbagai program ia jalankan di Sehjira. Mulai dari pengajaran bahasa isyarat, terapi wicara, pelatihan pembuatan CV, teknik wawancara kerja, dan sebagainya. Mita berupaya memotivasi tunarungu agar dapat memiliki rasa percaya diri untuk berbaur dalam masyarakat. Sehingga merepa dapat menjadi manusia yang mandiri.
            Menurut Mita, pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Mengingat masih minimnya kualitas kurikulum di SLB, Mita selalu mendorong teman-teman tunarungu untuk masuk sekolah umum. Ia tak pernah lelah menerapkan terapi wicara agar para tunarungu-wicara dapat berkomunikasi dengan masyarakat, sehingga dapat diterima di sekolah umum, baik itu sekolah inklusi maupun sekolah terpadu.  Sebuah cita-cita pun tertanam dalam hati Mita. Ia ingin suatu hari nanti mendirikan sekolah ufntuk tunarungu, mulai dari TK sampai perguruan tinggi.

           
           




BAB 3
PENUTUP

           
Kesimpulan

            Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa atau bicaranya akibat dari kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangannya terutama hambatan dalam berbahasa sebagai alat komunikasi dengan orang lain, sehingga memerlukan bimbingan dan pelayanan khusus.Kisah-kisah motivasibagi anak ABK khususnya tunarungu. Anak tunarugu tentu menginginkan kesempatan yang sama dalam meraih masa depan yang dicita-citakannya. Dalam hal ini, berarti peran orang di sekitarnya sangat dibutuhkan untuk membantu mengarahkan anak tunarungu mewujudkan cita-citanya. Dengan kesadaran ini, diharapkan potensi-potensi.



DAFTARPUSTAKA