ORTOPEDAGOGIK
UMUM
DOSEN
:- DR. Joppy Liano, M.Pd
-
Aldjon Dapa, S.Pd.M.Pd
“ANAK
TUNARUNGU”
Di
susun oleh :
Nama : Anggun M.P Weku
Nim : 14103005
Semester : 1
UNIVERSITAS NEGERI
MANADO
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN KHUSUS
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan
puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha
kuasa, atas segala bimbingan, kuasa dan penyertaanNya, penulis dapat beroleh kesehatan
dan kemampuan sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul ”ANAK TUNARUNGU”.
Penulis menyadari
betul, tanpa bantuan berbagai pihak tugas ini tidak mungkin dapat di
selesaikan, melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini sehingga dapat menghasilkan sebuah tugas yang sederhana.
Di sadari sepenuhnya
bahwa makalah ini masih banyak kesalahan
dan kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat maupun bahasanya. Untuk itu di
harapkan apabila ada kesalahan atau ketidaksesuaian bahasa dalam penulisan ini
diharapkan koreksi yang konstruktif dari penyempurnaan makalah ini. Terakhir
diharapkan semoga makalah ini dapat di terima dan bermanfaat bagi pihak-pihak
lain.
Tomohon, 08 Desember 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTANTAR.................................................................................................. ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A.
Latar
Belakang................................................................................................................1
B.
Rumusan
.........................................................................................................................2
C.
Tujuan ............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 3
A.
Pengertian........................................................................................................................ 3
B.
Karakteristik Anak Tunarungu........................................................................................ 3
C.
Penyebab Tunarungu....................................................................................................... 7
D.
Klasifikasi Tunarungu ..................................................................................................... 8
E.
Kebutuhan Pendidikan & Layanan Bimbingan Bagi
Tunarungu ................................... 9
F.
Kisah-kisah Motivasi Untuk ABK Tunarungu ............................................................... 12
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Anak
berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan sebagai anak yang
lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah
berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan
khusus (ABK) juga diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, bahasa
dan bicara, intelegensi, emosi dan sosial sehingga membutuhkan pembelajaran
secara khusus.
Istilah
yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus. Menurut World Health
Organization (WHO), disability adalah keterbatasan atau kurangnya kemampuan
(yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan
aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level
individu.
Orang
tuli dan sulit mendengar yang berada di masyarakat sangat beragam, sangat
berbeda penyebab dan tingkatan gangguan pendengarannya. Penanganan untuk
berinteraksi dengan anak tunarungu juga berbeda-beda, tergantung pada tingkatan
usia yang berbeda, latar belakang pendidikan, metode komunikasi, dan bagaimana
perasaan mereka tentang gangguan pendengaran mereka. Bagaimana seseorang
“melabeli” diri mereka sendiri dalam hal gangguan pendengaran tersebut
mencerminkan identifikasi dari masyarakat mengenai tuli.
Dengan demikian, hal itu akan terklasifikasi apakah mereka tuli atau Tuli.
Sebagaimana
anak-anak normal pada umumnya, anak tunarugu tentu menginginkan kesempatan yang
sama dalam meraih masa depan yang dicita-citakannya. Dalam hal ini, berarti
peran orang di sekitarnya sangat dibutuhkan untuk membantu mengarahkan anak
tunarungu mewujudkan cita-citanya. Dengan kesadaran ini, diharapkan
potensi-potensi dari anak tunarungu dapat dikembangkan sebaik mungkin sehingga
prestasi yang gemilang dapat terwujud dan turut membanggakan Indonesia.
Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang
di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan anak tunarungu dan bagaimana karakteristiknya?
2.
Apa yang terjadinya tunarungu dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk
mencegah ketunarunguan tersebut?
3.
Apa yang penyebab tunarungu?
4.
Bagaimana klasifikasi tunarungu?
5.
Bagaiman layanan bimbingan yang dapat diberikan pada penderita tunarungu
dan assesmen seperti apa yang cocok bagi penderita tunarungu?
Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu :
1.
Untuk menjelaskan dan mengetahui
pengertian anak tunarungu dan bagaimana karakteristiknya.
2.
Untuk menjelaskan dan mengetahui
terjadinya tunarungu dan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
ketunarunguan tersebut.
3.
Untuk menjelaskan dan mengetahui tentang
penyebab tunarungu
4.
Untuk menjelaskan dan mengetahui
klasifikasi tunarungu.
5.
Untuk menjelaskan dan mengetahui layanan
bimbingan yang dapat diberikan pada penderita tunarungu dan assesment seperti
apa yang cocok bagi penderita tunarungu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tunarungu adalah istilah
yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga
seseorang. Kondisi ini menyebabkan orang tersebut mengalami hambatan atau
keterbatasan dalam merespons bunyi-bunyi yang ada di sekitarnya. Tunarungu
terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yaitu ada yang khusus dan
umum. Anak penderita tunarungu yang menunjukkan ketidakfungsian organ
pendengaran terkadang menyebabkannya memiliki karakteristik yang khas, berbeda
dengan anak normal pada umumnya.
Tunarungu merupakan kondisi
seseorang mengalami kendala untuk mendengar. Kendala tersebut berarti tidak
bisa mendengar secara total atau hanya sebagian saja. Sungguh sangat
disayangkan juga apabila kondisi menjadi tunarungu sudah dialami sejak usia
dini. Padahal anak-anak adalah generasi penerus bangsa.
Tunawicara merupakan individu yang
mengalami kesulitan berbicara. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang atau tidak
berfungsinya alat-alat bicara, seperti rongga mulut, lidah, langit-langit dan
pita suara. Selain itu, kurang atau tidak berfungsinya organ pendengaran,
keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan pada system saraf dan struktur
otot, serta ktidakmampuan dalam control gerak juga dapat mengakibatkan
keterbatasan dalam berbicara
Terdapat kecenderungan
bahwa seseorang yang mengalami tunarungu seringkali diikuti pula dengan
tunawicara. Kondisi ini dapat menjadi suatu rangkaian sebab dan akibat.
Seseorang penderita tunarungu dapat dipastikan bahwa akibat yang akan terjadi
pada diri penderita adalah kelainan bicara (tunawicara). Namun, tidak demikian
halnya seseorang yang menderita tunarungu kekacauan artikulasi adalah
contoh-contoh kelainan bicara yang sebenarnya kecil kemungkinannya berkaitan
dengan kondisi ketunarunguan.
B. Karakteristik Anak Tunarungu
Semua individu memiliki
karakteristik tertentu demikian pula anak-anak yang mengalami ketunarunguan dan
dampak yang paling mencolok yaitu terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara,
mereka terbatas dalam kosa kata dan pengertian kata-kata yang abstrak. Hal ini
karena mereka hanya memanfaatkan penglihatan dalam belajar bahasa. Belajar
bahasa hanya melalui penglihatan memiliki banyak kelemahan-kelemahan sehingga
mereka tidak dapat memanfaatkan intelegensinya secara maksimal, akibatnya
mereka tampak bodoh.Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak
berbeda dengan perkembangan bahasa anak normal sekitar usia enam bulan anak
mencapai pada tahap meraban. Pada perkembangan ini semua anak mengalaminya
karena merupakan awal untuk belajar bahasa.
Anak yang sejak lahir
mengalami ketunarunguan, pada saat bayi mengulang-ulang bunyi bayi tidak dapat
mendengar bunyi yang dikeluarkan begitu pula ia tidak dapat mendengar respon
yang dikeluarkan oleh orang tua atau orang-orang yang dekat darinya.
Ada beberapa perbedaan
karakteristik anatara anak tunarungu dengan anak normal. Hal ini disebabkan
keadaan mereka yang sedemikian rupa sehingga mempunmyai karakter yang khas yang
menyebabkan anak tunarungu mendapatkan kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya, sehingga mereka perlu mendapat pembinaan yang khusus untuk
mengatasi masalah ketunarunguan.Karakteristik yang khas dari anak tunarungu
adalah sebagai berikut:
· Fisik
Jika dibandingkan dengan
kecacatan lain nampak jelas dalam arti tidak terdapat kelainan. Tetapi bila
diperhatiakan lebih teliti mereka mempunyai karakteristik seperti yang
dikemukakan oleh Tati Hernawati (1990 : 1) sebagai berikut :
a.
Cara berjalan kaku dan agak
membungkuk hal ini terjadi pada anak tunarungu yang mempunyai kelainan atau
kerusakan pada alat keseimbangannya.
b.
Gerakan mata cepat yang
menunujukan bahwa ia ingin menguasai lingkungan sekitarnya.
c.
Gerakan kaki dan tangan yang
cepat.
d.
Pernapasan yang pendek dan
agak terganggu. Kelainan pernapasan terjadi karena tidak terlatih terutama pada
masa meraban yanmg merupakan masa perkembangan bahasa.
·
Bahasa dan bicara
Perkembangan bahasa dan bicara
berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Dengan kondisi yang disandangnya
anak tunarungu akan mengalami hambatan dalam bahasa dan bicaranya. Pada anak
tunarungu proses penguasaan bahasa tidak mungkin diperoleh melalui pendengaran.
Dengan demikian anak tunarungu mempunyai ciri-ciri perkembangan bahasa sebagai
berikut:
a.
Fase motorik yang tidak
teratur.
Pada fase ini anak melakukan
gerakan-gerakan yang tidak teratur, misalnya :
1)
Gerakan tangan.
2)
Menangis. Menangis permulaan
adalah gerak refleks dari bayi yang baru lahir. Menangis sangat penting bagi
perkembangan selanjutnya karena dengan menangis secara tidak sengaja sudah
melatih otot-otot bicara, pita suara dan paru-paru.
b.
Fase meraban (babbling)
Pada awal fase meraban (babling) tidak terjadi hambatan karena
fase meraban ini
merupakan kegiatan alamiah dari pernapasan dan pita suara.
Mula-mula bayi babling,
kemudian ibu meniru. Tiruan itu terdengar oleh bayi dan ditirukan kembali. Peristiwa inilah yang menjadi
proses terpenting dalam pembinaan bicara anak. Bagi anak tunarungu tidak terjadi pengulangan bunyinya
sendiri, karena anak
tunarungu tidak mendengar tiruan ibunya. Dengan demikian perkembangan bicara selanjutnya menjadi
terhambat.
c.
Fase penyesuaian diri.
Suara-suara yang diujarkan orang tua dan ditiru oleh bayi kemudian
ditirukan kembali
oleh orang tuanya secara terus menerus. Pada anak tunarungu hal tersebut terbatas pada peniruan penglihatan (visual) yaitu
gerakan-gerakan atau isyarat-isyarat, sedangkan peniruan pendengaran (auditif) tidak terjadi karena anak
tunarungu tidak dapat
mendengar suara.
Tiga faktor yang saling
berkaitan antara ketidakmampuan bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran
menurut Daniel F. Hallahan dan James M. Kauffman yang dikutip oleh Andreas
Dwijosumarto (1990 : 2) adalah sebagai berikut :
1.
Penerima auditori tidak
cukup sebagi umpan balik ketika ia membuat suara.
2.
Penerimaan verbal dari orang
dewasa tidak cukup menunjang pendengarannya.
3.
Tidak mampu mendengar contoh
bahasa dari orang mendengar.
Ciri-ciri
khusus anak tunarungu berkenaan dengan bahasanya adalah miskin dalam kosakata,
sulit memahami kata-kata abstrak, sulit mengartikan kata-kata yang mengandung
arti kiasan. Sedangkan ciri-ciri anak tunarungu berkenaan dengan
bicaranya adalah nada bicaranya tidak beraturan, bicaranya terputus-putus
akibat dari penguasaan kosa kata yang terbatas, dalam bicara cenderung diikuti
oleh gerakan-gerakan tubuh serta sulit menguasai warna dan gaya bahasa.
·
Intelegensi
Secara garis besar pendapat
tentang intelegensi anak tunarungu di klasifikasikan menjadi tiga
bagian.:
a.
Pertama anak tunarungu
dianggap sama dengan anak normal (YukeSiregar, 1981 : 2 )
b.
Kedua, dianggap bahwa
intelegensi anak tunarungu lebih rendah dari anak normal .
c.
Bahwa anak tunarungu mengalami
kekurangan potensi intelektual pada segi non verbal.
·
Emosi
Semua anak memerlukan
perhatian dan dapat diterima di lingkungan yang di tempati. tidak terkecuali
anak tunarungu, tetapi semua itu akan sulit didapatkan oleh anak tunarungu
karena mereka hanya dapat merasakan ungkapan tersebut melalui kontak visual.
Berbeda dengan anak normal yang dapat merasakan ungkapan yang diberikan melalui
nada suara yang diperoleh dengan cara mendengar. Hal ini akan berpengaruh pada
perkembangan emosi anak tunarungu. Karena keadaanya itu anak tunarungu merasa
terasing dan terisolasi dari lingkungannya. Sering terjadi, ketidak mampuan
mereka dalam berkomunikasi mengakibatkan suatu kekurangan dalam keseluruhan
pengalaman anak yang sebenarnya dasar bagi perkembangan, sikap dan kepribadian.
Beberapa sifat yang terjadi pada anak tunarungu akibat dari kekurangannya
adalah :
a.
Sifat egosentris yang lebih besar daripada aanak normal,
dunia penghayatan mereka lebih sempit maka akan lebih terarah pada dirinya
sendiri. Sifat egosentis ini berarti :
1)
Sukar menempatkan diri pada
cara berpikir dan pada perasaan orang lain.
2)
Dalam perilakunya sering di
kuasai oleh perasaan dan pikiran sendiri mereka sulit menyusuaikan
diri.
b. Mempunyai
perasaan takut akan hidup.
c. Sikap
ketergantungan kepada orang lain.
d. Perhatian
yang sukar di alihkan.
e. Kemiskinan
dalam bidang fantasi.
f. Sifat
yang polos, sederhana tanpa banyak problem.
g. Mereka
dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
h. Lekas
marah dan cepat tersinggung.
i. Kurang
mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.
·
Sosial
Setiap manusia memerlukan
interaksi dengan lingkungannya. Untuk dapat berinteraksi dengan baik terhadap
lingkungannya di perlukan kematangan sosial. Yuke R Siregar (1986 : 26)
mengemukakan tentang saran untuk mencapai kematangan sosial, yaitu:
a.
Pengetahuan yang cukup
mengenai nilai-nilai sosial dan kekhasan dalam masyarakat.
b.
Mempunyai kesempatan yang
banyak untuk menerapkan kemampuannya.
c.
Mendapatkan kesempatan dalam
hubungan sosial.
d.
Mempunyai dorongan untuk
mencari pengalaman.
e.
Struktur kejiwaan yang sehat
yang mendorong motivasi yang baik.
Karena kondisi yang dialami
oleh anak tunarungu sulit untuk mencapai kematangan oleh karenanya tidak jarang
lingkungan memperlakukan mereka dengan tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan
mereka cenderung memiliki rasa curiga pada lingkungan, memiliki perasaan tidak
aman dan memiliki kepribadian yang tertutup, kurang percaya diri, menafsirkan
sesuatu secara negatif, memiliki perasaan rendah diri dan merasa disingkirkan,
kurang mampu mengontrol diri dan cenderung mementingkan diri sendiri.
v Cara pencegahan terjadinya tunarungu
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai upya
pencegahan terjadinya tunarungu. Upaya tersebut dapat dilakukan pada saat
sebelum nikah ( pranikah), hamil (prenatal), persalinan (natal), dan setelah
kelahiran (post natal) yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Upaya yang dapat dilakukan sebelum nikah ( pranikah )
a.
menghindari pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudara dekat, terutama pada keluarga yang mempunyai
sejarah tunarungu
b.
melakukan pemeriksaan darah
c.
melakukan konseling
genetika
2.
Upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil
a.
menjaga kesehatan dan memeriksakan kehamilan secara teratur pada dokter
kandungan atau bidan
b.
mengonsumsi gizi yang baik atau seimbang
c.
tidak meminum obat sembarangan karena dapat menyebbkan keracunan pada janin
d.
melakukan imunisasi anti tetanus
3.
Upaya yang dapat dilakukan pada saat melahirkan
a.
pada saat melahirkan diupayakan tidak menggunakan alat penyedot
b.
apabila ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada daerah vaginanya
maka kelahiran harus melalui operasi caesar.
4.
Upaya yang dapat dilakukan pada masa setelah lahir
a.
Melakukan imunisasi dasar serta imunisasi rubella yang sangat penting,
terutama bagi wanita.
b.
Apabila anak mengalami sakit influenza, harus dijaga atau diobati jangan sampai
terlalu lama karena virusnya dapat masuk kerongga telinga tengah melalui
saluran eustachius, dan dapat menyebabkan peradangan ( otitis media ).
c.
Menjaga telinga dari kebisingan, seperti menggunakan pelindung telinga bagi
para pekerja di pabrik.
C. Penyabab Tunarungu
Ketidaksempurnaan
kadang membuat anak-anak minder dalam pergaulannya sehari-hari. Kehilangan
pendengaran, termasuk oleh salah satu permasalahan yang membuat anak-anak sulit
tumbuh normal di tengah masyakarat.
Memilikpermasalahan
ini lebih dalam, audiologis dan pakar pendidikan anak tunarungu, Drs.Anton Subarto,Dipl.
Audiologis, menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan ketulian pada
anak. Dalam hal ini. Ia menyebutkan :
1.
Ketulian disebabkan karena virus Toxoplasma Rubella atau campak, Herpes,
dan Sipilis. Terkadang kedua orang tua tidak menyadari bahwa dirinya telah
mengidap virus tersebut sehingga menyebabkan ketulian pada anaknya kelak.
2.
Lahir secara prematur, hal ini juga bisa menyebabkan ketulian pada anak.
3.
Ketulian juga bisa disebabkan karena sang ibu pada saat hamil yang berusaha
menggugurkan janin yang ada dalam kandungan.
4.
Anak yang lahir dan kekurangan oksigen pun bisa menjadi tuli.
5.
Ketulian juga bisa dialami ketika anak pada masa pertumbuhan. Misalnya,
seorang anak lahir secara normal, hanya saja menjelang usia 10 tahun ia
mengalami sakit dan diberikan obat dengan dosis tinggi sehingga hal itu bisa
menyerang fungsi pendengaran telinganya.
Jadi, ada
gangguan pendengaran karena obat-obatan yang memiliki efek samping tertentu
yang menyebabkan ketulian. Di antara obat-obatan itu adalah pil kina dan
aspirin yang mempunyai pengaruh besar pada telinga. Oleh karena itu harus
hati-hati bila dikonsumsi.
6.
Peringatan bagi para ibu-ibu hamil, kalau sedang mengandung sebisa mungkin
jangan sakit karena suatu penyakit yang diderita saat hamil sangat riskan untuk
kandungan, terlebih seperti campak atau tipes. Semua penyakit dengan panas
tinggi, akan sangat riskan untuk kandungan.
7.
Faktor genetik juga bisa memengaruhi, misalnya kedua orangtuanya normal,
namaun kakek, dan neneknya memiliki riwayat pernah mengalami ketulian. Hal ini
bisa berdampak pada anak.
8.
Anak terlahir dengan disedot, vakum, atau cesar. Hal ini juga bisa merusak
saraf pendengaran. Jika anak mengalami tuli saraf, tentu tidak bisa
disembuhkan, hanya bisa dibantu dengan alat bantu dengar semata.
Sementara tuli
konduktif yang disebabkan karena infeksi dapat disembuhkan, tetapi ketuliannya
belum tentu sembuh secara sempurna. Apalagi kalau tuli saraf, karena yang
mengalami kerusakan adalah saraf di dalam labirin yang sangat kecil, maka tidak
bisa dioperasi dan tidak bisa disembuhkan.
D. Klasifikasi Tunarungu
Menurut Hallahan dan Kauffman
klasifikasi ketunarunguan berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran di bagi
kedalam dua kelompok besar yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard
of hearing).Klasifikasi lain dikemukakan oleh Streng yang dikutip Somad dan
Hernawati ( 1997 : 28-31 ) sebagai berikut:
1.
Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang memiliki ciri-
ciri:
a.
Sukar mendengar percakapan yang lemah.
b.
Menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah
tentang kesulitannya.
c.
Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan
perkembangan penguasaan
perbendaharaan kata.
2. Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan
mendengar 20-30 dB yang memiliki ciri- ciri sebagai berikut :
a.
Mengerti percakapan biasa pada
jarak satu meter.
b.
Mereka sulit menangkap
percakapan dengan pendengaran pada jarak normal dan kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dan menangkap percakapan kelompok.
c.
Mereka akan sedikit mengalami
kelainan bicara dan perbendaharaan kata yang terbatas.
d.
Kebutuhan dalam program
pendidikan antara lain belajar membaca, penggunaan alat bantu dengar, latihan
bicara, latihan artikulasi dan perhatian dalam perkembangan perbendaharaan
kata.
3.
Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Mereka mengerti
percakapan keras pada jarak satu meter.
b.
Perbendaharaan
kata terbatas
4.
Severa loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB. Memiliki ciri-ciri :
Mereka masih biasa mendengar
suara keras dari jarak yang dekat misalnya klakson mobil dan lolongan anjing.
Mereka diajar dalam suatu kelas khusus untuk anak-anak tunarungu. Diperlukan latihan membaca ujaran dan
pelajaran yang dapat mengembangkan
bahasa dan bicara dari guru kelas khusus.
5.
Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB keatas.Memiliki ciri:
Mendengar suara yang keras
pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali tidak mendengar walaupun menggunakan alat bantu
dengar.
Menurut
buku pendidikan anak tuna rungu untuk sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (
SGPLB ) menyebutkan, bahwa ada klarifikasi ketuna runguan yang didasarkan klasifikasi
umum, klasifikasi etiologis, klasifikasi anatomos fisiologis,dan menurut nada yang
tak dapat didengar, Depdikbud ( 1977 : 8 ).
1. Klasifikasi etilogis
a.
Tuna rungu endogen adalah suatu ketunarunguan yang
diturunkan oleh orang tuanya
b.
Tuna rungu eksogen adalah
ketunarunguan yang diakibatkan suatu penyakit atau kecelakaan.
c.
2.
Klasifikasi anatomis-fisikologis
a.
Tuna rungu hantaran (konduksi)
adalah ketunarunguan yang disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat
penghantar getaran pada telinga bagian bawah.
b.
Tuna rungu syaraf (perseptif)
adalah ketunarunguan sebagai akibat dari kerusakan atau tidak berfungsinya alat
pendengarn telinga bagian dalam.
3.
Menurut nada yang tak dapat di
dengar
a.
Tuna rungu nada rendah
b.
Tuna rungu nada tinggi
c.
Tuna rungu total.
D. Kebutuhan Pendidikan dan Layanan Bimbingan Bagi Tunarungu
1.
Kebutuhan
pendidikan
a.
Landasan agama
b.
Landasan kemanusiaan
c.
Landasan hukum
d.
Landasan pedagogis
2.
Layanan bagi anak tuna rungu
a.
Jenis layanan
Ditinjau dari segi
jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu meliputi layanan umum dan
khusus.
1)
Layanan umum
Layanan umum merupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan kepada anak
mendengar atau normal yang meliputi layanan akademik, latihan dan bimbingan.
Layanan akademik bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan layanan akademik
bagi anak mendengar, yaitu mencakup mata-mata pelajaran
yang biasa diberikan di SD biasa, tetapi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan ciri
khas layanan bagi anak tuna rungu. Layanan bimbingn trutama diperlukan dalam
mengatasi dampak kelainan terhadap aspek psikologisnya, serta pengembangan
sosialisai siswa.
2)
Layanan khusus
Layanan khusus merupakan layanan yang khusus diberikan kepada anak tunarungu
dalam mengurangi dampak ketunarunguannya atau melatih kemampuan yang
masih ada, yang meliputi layanan bina bicara serta layanan bina persepsi bunyi
dan irama.
2.
Layanan bina bicara
Layanan
bina bicara merupakan layanan upaya untuk meningkatkan kemampuan anak tunarungu
dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata, agar dapat
dimengerti atau diinterpretasika oleh orang yang mengajak atau diajak
bicara.Latihan bina bicara bertujuan antara lain agar anak tuna rungu memiliki
dasar ucapan yang benar sehingga dapat dimengerti orang lain, memberi keyakinan
pada anak tuna rungu bahwa bunyi atau suara yang yang diproduksi melalui organ
bicaranya harus mempunyai makna,
membedakan ucapan yang satu dengan ucapan yang lainnya, serta memfungsikan
organ-organ bicaranya yang kaku.
3.
Layanan bina persepsi bunyi dan irama
Layanan bina persepsi
bunyi dan irama merupakan layanan untuk melatih kepekaan terhadap bunyi dan
irama melalui sisa pendengaran atau merasakan vibrasi (getaran bunyi) bagi
siswa yang hanya memiliki sedikit sekali sisa pendengaran.
a.
Tempat atau sistem layanan
1)
Tempat khusus atau sistem segregasi
Sistem pendidikan
segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak
normal. Pendidikan anak tunarungu melalui sistem segregasi, maksudnya adalah
penyelenggaraan pendidikan tersebut dilaksanakan di tempat khusus dan terpisah
dari penyelenggaraan pendidikan untk anak mendengar atau anak normal dengan
memiliki kurikulum sendiri. Tempat pendidikan melalui sistem segregasi dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Ø
Sekolah khusus
Sekolah khusus bagi anak
tunarungu disebut Sekolah Luar Biasa Bagian B ( SLB-B ).
Ø
Sekolah Dasar Luar Biasa ( SDLB )
SDLB adalah sekolah pada tingkat dasar yang
menampung berbagai jenis kelainan, seperti anak tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, dan tuna daksa dalam satu sekolah.
Ø
Kelas jauh atau kelas kunjung
Kelas jauh adalah kelas yang dibentuk atau
disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk
anak tunarungu yang bertempat tinggal jauh dari SLB/SDLB.
b.
Sekolah umum atau sistem integrasi
Sistem pendidikan integrasi merupakan
sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk
belajar bersama-sama dengan anak mendengar atau normal di sekolah umum atau
sekolah biasa. Depdiknas ( 1986 ) mengelompokkan bentuk-bentuk keterpaduan
tersebut menjadi :
Ø
Bentuk kelas biasa
Ø
Bentuk kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus
Ø
Bentuk kelas khusus
c.
Metode komunikasi
Ada beberapa metode yang dapat digunakan
dalam berkomunikasi dengan anak tunarungu, yaitu :
1)
Metode oral
adalah metode
berkomunikasi dengan cara yang lazim digunakan oleh orang yang mendengar, yaitu
melalui bahasa lisan.
2)
Metode membaca ujaran
Anak tunarungu
mengalami kesulitan untuk menyimak pembicaraan melalui pendengarannya. Oleh
karena itu, ia dapat memanfaatkan penglihatnnya untuk memahami pembicaraan
orang lain melalui gerak bibir dan mimik si pembicara.
3)
Metode manual ( isyarat )
Metode manual yaitu
metode komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat dan ejaan jari ( finger
spinding). Komponen bahasa isyarat meliputi :
Ø Abjad jari ( finger
spelling ), adalah jenis isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan untuk menggambarkan abjad
atau untuk mengeja huruf dan angka.
Ø Ungkapan badaniah/bahasa
tubuh, meliputi keseluruhan ekspresi tubuh, seperti sikap tubuh, ekspresi muka
( mimik ), pantomimik, dan gesti atau gerakan yang dilakukan seseorang secara
wajar dan alami.
Ø Bahasa isyarat asli, yaitu
suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional yang berfungsi sebagai
pengganti kata, yang disepakati oleh kelompok atau daerah tertentu. Secara
garis besar, bahasa isyarat asli dibedakan menjadi 2, yaitu:
·
Bahasa isyarat alamiah
·
Bahsa isyarat konseptual
Ø Bahasa isyarat formal, yaitu
bahasa nasional dalam isyarat yang biasanya menggunakan kosakata isyarat dengan
struktur bahasa yang sama persis dengan bahasa lisan.
4)
Komunikasi total
Dengan
komunikasi total setiap anak tunarungu memiliki kesempatan mengembangkan setiap
sisa pendengarannya dengan alat bantu dengar dan atau sistem terpercaya untuk
memperbesar kemampuan mendengarnya
(high fidality group amplification system) ( Denton, 1970, hlm.3 )
d. Strategi dan media pembelajaran
1)
strategi pembelajaran
strategi
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran anak tunarungu, yaitu meliputi:
Ø Strategi individualisasi
Merupaka strategi pembelajaran
dengan mempergunakan suatu program yang disesuaikan dengan perbedaan individu,
baik karakteristik, kebutuhan maupun kemampuannya secara perorangan.
Ø Strategi kooperatif
Merupakan strategi pembelajaran
yang menekankan unsur gotong royong atau saling membantu satu sama lain dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
Ø Strategi modifikasi perilaku.
Strategi ini bertujuan untuk
mengubah perilku siswa ke arah yang lebih positif melalui conditioning (
pengondisian ) dan membantunya agar lebih produktif sehingga menjadi individu
yang mandiri.
2)
Media pembelajaran
Media yang digunakan dalam pembelajaran
bagi anak tunarungu, lebih menekankan pada media yang bersifat visual. Bagi
anak tunarungu yang tergolong kurang dengar, dapat digunakan pula media audio
dan audiovisual, tetapi keterserapan pada unsur audionya terbatas.
Anak
Tuna Rungu memiliki keterbatasan dalam berbicara dan mendengar, media
pembelajaran yang cocok untuk Anak Tuna Rungu adalah media visual dan cara
menerangkannyadengan bahasa bibir/gerak bibir.
Media pembelajaran yang dapat digunakan untuk Anak Tuna Rungu dalam sebuah makalah yang berjudul “Media Pembelajaran” Bina Komunikasi Persepsi Bunyi Dan Irama ( BKPBI) adalah sebagai berikut:
Media pembelajaran yang dapat digunakan untuk Anak Tuna Rungu dalam sebuah makalah yang berjudul “Media Pembelajaran” Bina Komunikasi Persepsi Bunyi Dan Irama ( BKPBI) adalah sebagai berikut:
1. Media Stimulasi Visual
a. Cermin artikulasi, yang digunakan untuk mengembangkan feed back visual, denganmelihat/mengontrol gerakan organ artikulasi diri siswa itu sendiri, maupun dengan menyamakan gerakan/posisi organ artikulasi dirinya dengan posisi organ artikulasi guru.
b. Benda asli maupun tiruan
c. Gambar, baik gambar lepas maupun gambar kolektif.
d. Pias kata
e. Gambar disertai tulisan, dsb.
2. Media Stimulasi Auditoris
a. Speech Trainer, yang merupakan alat elektronik untuk melatih bicaraanak dengan hambatan sensori pendengaran
b. Alat musik, seperti: drum, gong, suling, piano/organ/ harmonika, rebana,terompet, dan sebagainya.
c. Tape recorder untuk memperdengarkan rekaman bunyi- bunyi latar belakang,
seperti : deru mobil, deru motor, bunyi
klakson mobilmaupun motor, gonggongan anjing
dsb.
d. Berbagai sumber suara lainnya, antara lain :
• Suara alam : angin menderu, gemercik air hujan, suara petir,dsb.
• Suara binatang : kicauan burung, gongongan anjing, auman harimau, ringkikan kuda,dsb.
• Suara yang dibuat manusia: tertawa, batuk, tepukan tangan, percakapan, bel, lonceng, peluit,dsb.
e. Sound System, yaitu suatu alat untuk memperkeras suara.
f. Media dengan sistem amplifikasi pendengaran, antara lain ABM, Cochlear Implant dan loop system.
d. Berbagai sumber suara lainnya, antara lain :
• Suara alam : angin menderu, gemercik air hujan, suara petir,dsb.
• Suara binatang : kicauan burung, gongongan anjing, auman harimau, ringkikan kuda,dsb.
• Suara yang dibuat manusia: tertawa, batuk, tepukan tangan, percakapan, bel, lonceng, peluit,dsb.
e. Sound System, yaitu suatu alat untuk memperkeras suara.
f. Media dengan sistem amplifikasi pendengaran, antara lain ABM, Cochlear Implant dan loop system.
F.Kisah-kisah motivasi untuk ABK Tunarungu
Bagian kalian yang termasuk anak berkebutuhan khusus
terutama tuanrungu, jangan dulu berkecil hati. Banyak kisah sukses yang diraih
oleh teman-teman para penyandang tunarungu. Meskipun mereka mempunyai
keterbatasan, namun terbukti dapat
membuahkan suatu karya yang luar biasa, dan tidak kalah dengan anak
normal pada umumnya.
Oleh karena itulah buku ini hadir memberikan angin segar
bagi anak ABK khususnya tunarungu, untuk dapat bangkit mewujudkan lainnya.
Banyak seorang yang tak kalah sukses dengan anak-anak lainnya. Banyak kisah
motivasi dihadirkan di sini, seperti Helen Keller (Sang Motivator), Angkie
Yudistia (Sang Penulis), Amanda Farliany Faishal (Artis Sinetron & Model)
dan Rachmita Maun Harahap (Kemandirian Insinyur).
v
Helen Keller (Sang Motivasi)
Ia
lahir normal di Tuscumbia, Alabama
pada 1880.
Di usia 19 bulan, ia diserang penyakit yang menyebabkannya buta dan tuli. Ia
menjadi frustasi karena kesulitas berkomunikasi, sering marah, dan sulit
diajar. Pada usia 7 tahun, orang tuanya mempercayai Anne Sullivan
menjadi guru pribadi dan pembimbing Hellen. Annie memegang tangan Helen di
bawah air dan dengan bahasa isyarat, ia mengucapkan "A-I-R" pada
tangan yang lain. Saat Helen memegang tanah, Annie mengucapkan
"T-A-N-A-H" dan ini dilakukan sebanyak 30 kata per hari. Helen diajar
membaca lewat huruf Braille sampai mengerti apa maksudnya. Helen menulis,
"Saya ingat hari yang terpenting di dalam seluruh hidup saya adalah saat
guru saya, Anne Mansfield Sullivan, datang pada saya.
Dengan
tekun, Annie mengajar Helen untuk berbicara lewat gerakan mulut, sehingga Helen
berkata, "Hal terbaik dan terindah yang tidak dilihat atau disentuh oleh
dunia adalah hal yang dirasakan di dalam hati." Ia belajar bahasa Perancis,
Jerman,
Yunani
dan Latin lewat Braille. Pada usia 20 tahun, ia kuliah di Radcliffe
College, cabang Universitas Harvard
khusus wanita. Annie menemani Hellen untuk membacakan buku pelajaran, huruf
demi huruf lewat tangan Helen dalam huruf Braille. Hanya 4 tahun, Helen lulus
dengan predikat magna cum laude. Dia adalah orang tuna rungu dan tuna netra pertama
yang lulus dari universitas.
Pada
tahun 1914, Helen Keller berkeliling Amerika untuk menjadi aktivis, konselor,
maupun dosen terutama untuk anak-anak yang memiliki keterbatasan seperti
dirinya. Dengan didampingin Anne Sullivan, dia juga mengunjungi para tentara di
sekeliling Eropa yang terlibat Perang Dunia II.
Pada
tahun 1923, Helen menjadi juru bicara bagi American Foundation for the Blind
dan mengurus penggalangan dana, serta pengembangan sistem pendidikan yang lebih
baik bagi penderita keterbatasan fisik.
v
Angkie Yudistia (Sang Penulis)
Ia perempuan kelahiran Medan, 5 Juni 1987 itu.
Namun, dii balik paras cantiknya, ia merupakan penyandang tunarungu. Namun, itu
tak mengurangi apapun. Di usianya yang masih 25 tahun, Angkie sudah menjadi
founder dan CEO (chief executive officer) Thisable Enterprise. Perusahaan yang
didirikan bersama rekannya itu fokus pada misi sosial, khususnya membantu orang
yang memiliki keterbatasan fisik alias difable (Different Ability People).
Dikisahkan
Angkie, menyadari keterbatasannya sebagai penyandang tunarungu sejak usia 10
tahun tak membuatnya pasrah menjalani hidup. Meski berat, ia mampu
menyelesaikan pendidikannya di sekolah umum sejak sekolah dasar (SD) hingga
sekolah menengah atas (SMA). Angkie
kemudian menyelesaikan studinya di jurusan periklanan di London School of
Public Relations (LSPR), Jakarta, dan lulus dengan indeks prestasi komulatif
3.5. Di kampus yang sama, Angkie bahkan telah meraih gelar master setelah lulus
dari bidang komunikasi pemasaran lewat program akselerasi.Semasa kuliah, Angkie
pun selalu aktif dalam berbagai kegiatan. Ia merupakan finalis Abang None
mewakili wilayah Jakarta Barat pada 2008. Selain itu ia juga berhasil terpilih
sebagai The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008, serta Miss Congeniality
dari Natur-e, serta berbagai prestasi lainnya.
Bungsu
dari dua bersaudara itu pernah pula berkarier sebagai humas di berbagai
perusahaan. Berbagai prestasi dan semangatnya itulah yang pada akhirnya membuat
Angkie tergerak untuk memotivasi para penyandang difable lainnya. Angkie mulai
terlibat dengan kegiatan sosial saat bergabung dengan Yayasan Tunarungu
Sehijara pada 2009. Sejak saat itu hingga kini, ia pun kerap jadi pembicara dan
menjadi delegasi Indonesia di berbagai kegiatan Internasional di manca negara
yang berkaitan dengan kaum difable.Kepedulian pemilik tinggi 170cm dan berat
53kg itu pun terus berlanjut dengan meluncurkan buku berjudul ‘Invaluable
Experience to Pursue Dream’ (Perempuan Tuna Rungu Menembus Batas) akhir 2011
lalu. Pengalaman hidup dan pemikirannya dituangkan lewat karyanya itu.
Angkie
mengaku ingin memotivasi para penyandang difable agar bangkit dan melawan
keterbatasan fisik mereka. Ia pun berharap buku itu menyadarkan setiap orang
agar jangan mendiskriminasi orang sepertinya. “Di balik keterbatasan pasti ada
kelebihan. Walaupun aku terbatas mendengar, bukan berarti harus terbatas
melakukan apapun. Aku ingin menunjukkan semua batas harus ditembus, karena
setiap masalah pasti ada jalan keluarnya
v
Amanda Farliany Faishal (Artis Sinetron & Model)
Setelah
mendapat penghargaan khusus saat menjadi finalis Cover Girl ’99 sebuah majalah
remaja ibu kota, sosok Amanda langsung menarik perhatian. Berbagai produk iklan
mempercayakan Amanda sebagai model, seperti sepatu New & New, Tas Export,
Loreal, Kiranti, Kaus C 59 maupun kaus H&R dan produk Matahari.
Demikian pula dalam klip video penyanyi Dike Ardilla, MF Band. Pance Pondaag
dan Roy Lino. Terakhir dia bermain dalam film Meniti Cinta. “Saya bisa
berhasil karena mama,” dengan nada patah-patah Amanda berucap. Berkat
perjuangan tak kenal lelah, sang mama, Arlinda Bauty, kakak kandung artis
sinetron Fenny Bauty memang berhasil membentuk pribadi dan mengantar Amanda
menjadi model dan artis. Meski dengan segala kekurangsempurnaan indera ibu dan
anak yang sama-sama cantik itu menerima Didi di ruang tamu rumahnya yang asri
di Griya BNI Simprug, Jakarta Selatan. Dan Arlinda Bauty mantan None Jakarte
1980 itu pun berbagi cerita.
Lahir normal, perkawinan saya dengan mas Faishal (kakak kandung dari suami Hetty Koes Endang, Yusuf Faishal), sungguh bahagia. Apalagi setelah kami dikarunia tiga anak, Amanda Farliany Faishal (Amanda), Maulana Alifan Faishal (Ifan), dan Rani Ramadhany Faishal (Rani). Ketika hamil anak pertama, apapun yang saya inginkan selalu dituruti suami. Beruntung ngidam saya gak aneh-aneh dan gampang dicari. Misalnya, martabak manis. Mas Faishal juga rajin membelikan majalah, buku dan apa saja yang bisa menambah pengetahuanku tentang kehamilan dan persiapan menyambut kelahiran bayi. Akhirnya waktu yang ditunggupun tiba. Karena letak rumah orang tua di Sunter, mereka menyarankan saya melahirkan di Rumah Sakit Angkatan Laut yang tak jauh dari rumah. Tanpa melewati proses sulit, persalinan saya termasuk cepat. Beberapa jam setelah masuk ke kamar persalinan langsung melahirkan dengan alamiah 14 Agustus 1983. Plong hati ini ketika dokter mengatakan anak kami lahir dengan sempurna dengan berat 2.9 kg serta tinggi 50 cm. soal kelamin anak bukan masalah, karena saya dan suami dan mempersoalkan anak pertama perempuan atau laki-laki. Oleh keluarga, anak pertama kami itu diberi nama Amanda. Singkatan dari anak Mamad dan Linda. Sedangkan Farliany juga singkatan dari nama orang tua kami. Betapa sayang keluarga kami, terutama keluarga saya yang baru mendapatkan cucu pertama. Saya melihat sejak Amanda lahir perkembangan motoriknya normal. Namun di saat usia 6 bulan, persisnya ketika saya bermain dengan Amanda, tiba-tiba saya merasa ada yang mencutigakan. Mata Amanda tidak pernah melirik ke arah bunyi mainan. Pada suami saya menceritakan kekhawatiran itu. Kami pun membawa Amanda ke dokter Hendarto Hendarmin. Setelah diperiksa, dokter bilang Amanda mengalami kelainan di pendengarannya. Terpukul hati saya mendengar penjelasan dokter itu. Bahkan, saya sempat protes, dan menganggap mungkin diagnosanya keliru. Kami bawa ke dokter lain. Ternyata tiga dokter memberi diagnosa berbeda. Kesimpulan dari para dokter itu, di usia Amanda belum dapat dipastikan adanya cacat pendengaran. Dan saya baru bisa yakin Amanda memiliki kekurangsempurnaan pada pendengaran ketika kami berlibur ke Singapura.
Lahir normal, perkawinan saya dengan mas Faishal (kakak kandung dari suami Hetty Koes Endang, Yusuf Faishal), sungguh bahagia. Apalagi setelah kami dikarunia tiga anak, Amanda Farliany Faishal (Amanda), Maulana Alifan Faishal (Ifan), dan Rani Ramadhany Faishal (Rani). Ketika hamil anak pertama, apapun yang saya inginkan selalu dituruti suami. Beruntung ngidam saya gak aneh-aneh dan gampang dicari. Misalnya, martabak manis. Mas Faishal juga rajin membelikan majalah, buku dan apa saja yang bisa menambah pengetahuanku tentang kehamilan dan persiapan menyambut kelahiran bayi. Akhirnya waktu yang ditunggupun tiba. Karena letak rumah orang tua di Sunter, mereka menyarankan saya melahirkan di Rumah Sakit Angkatan Laut yang tak jauh dari rumah. Tanpa melewati proses sulit, persalinan saya termasuk cepat. Beberapa jam setelah masuk ke kamar persalinan langsung melahirkan dengan alamiah 14 Agustus 1983. Plong hati ini ketika dokter mengatakan anak kami lahir dengan sempurna dengan berat 2.9 kg serta tinggi 50 cm. soal kelamin anak bukan masalah, karena saya dan suami dan mempersoalkan anak pertama perempuan atau laki-laki. Oleh keluarga, anak pertama kami itu diberi nama Amanda. Singkatan dari anak Mamad dan Linda. Sedangkan Farliany juga singkatan dari nama orang tua kami. Betapa sayang keluarga kami, terutama keluarga saya yang baru mendapatkan cucu pertama. Saya melihat sejak Amanda lahir perkembangan motoriknya normal. Namun di saat usia 6 bulan, persisnya ketika saya bermain dengan Amanda, tiba-tiba saya merasa ada yang mencutigakan. Mata Amanda tidak pernah melirik ke arah bunyi mainan. Pada suami saya menceritakan kekhawatiran itu. Kami pun membawa Amanda ke dokter Hendarto Hendarmin. Setelah diperiksa, dokter bilang Amanda mengalami kelainan di pendengarannya. Terpukul hati saya mendengar penjelasan dokter itu. Bahkan, saya sempat protes, dan menganggap mungkin diagnosanya keliru. Kami bawa ke dokter lain. Ternyata tiga dokter memberi diagnosa berbeda. Kesimpulan dari para dokter itu, di usia Amanda belum dapat dipastikan adanya cacat pendengaran. Dan saya baru bisa yakin Amanda memiliki kekurangsempurnaan pada pendengaran ketika kami berlibur ke Singapura.
Ahli
THT di Rumah Sakit Mount Elizabeth di sana yakin kalau anak saya tuli (tuna
rungu). Rasanya hanya mukjizat yang dapat menyembuhkan cacat Amanda. Gendang
telinga kanan hampir rusak total (110 desibel) sedangkan gendang telinga
kirinya (90 desibel) masih dimungkinkan dapat mendengar walau dengan alat bantu
pendengaran.
v
Rachmita Maun Harahap (Kemandirian Insinyur)
Dulu aku tidak mengerti, kenapa orang tuaku harus menepuk
pundak dan berisyarat dengan gerakan tangan saat memanggilku. Padahal kalau
bicara pada kakakku, pakai bahasa verbal.” dengan intonasi yang sedikit
tersendat, Rachmita memulai ceritanya. Ia baru memahami keterbatasan
pendengaran yang disandangnya ketika menginjak usia 9 tahun. Waktu itu dikasih
alat bantu dengar oleh dokter. Katanya untuk membantu komunikasi. Di situ aku
baru ngerti kalau ternyata aku tuli.
Mita, demikian sapaan akrabnya. Rachmita Maun Harahap
merupakan anak keempat dari pasangan Masniari Siregar dan Ali Panangaran
Harahap ini memang menyandang tunarungu sejak lahir. Meski empat di antara enam
orang anak mereka menyandang keterbatasan pendengaran, Masniari dan Ali tidak
pernah malu. Pada pertemuan dengan rekan-rekan kerjanya di Departemen Keuangan,
Ali tidak pernah segan memperkenalkan anak-anaknya yang tunarungu. Aku salut
sama Ayah dan Mama yang selalu mengenalkan anak-anaknya pada siapa aja,
walaupun kami tunarungu.
Pekerjaan sang ayah menuntut keluarga tersebut sering
berpindah-pindah tempat tinggal, dari satu kota ke kota yang lain. Karena itu,
sejak kecil Mita dan saudara-saudaranya pun terbiasa berpindah-pindah sekolah.
Mita sendiri sempat bersekolah di SLB, namun kurikulum SLB yang lebih banyak
mengajarkan keterampilan daripada akademis, membuatnya tidak puas. Aku merengek
minta dipindahin ke SD umum.Kelas 6 SD, Mita pindah ke sekolah umum. Meski
awalnya sang ibu sempat khawatir putrinya itu tidak bisa mengikuti pelajaran,
toh nyatanya Mita berhasil membuktikan kesungguhannya. Ia mampu lulus dengan
hasil memuaskan di SMPN 6 Surabaya, kemudian dilanjutkan ke SMAN 1 Serang, di
mana keduanya merupakan sekolah favorit saat itu.
Mita semakin percaya diri. Berbagai kegiatan ia ikuti,
mulai dari les Bahasa Inggris, renang, tenis, sampai marching band. Suatu ketika,
guru Mita mengajaknya ikut serta dalam sebuah kompetisi marching band. Aku
kaget. guru itu tahu kalau aku punya kekurangan, tapi aku diajak ikut serta
dalam lomba. Tak ingin menyia-nyiakan kepercayaan sang guru, Mita pun giat
berlatih bersama teman-temannya. Tanpa disangka, wanita tunarungu itu berhasil
meraih gelar mayoret terbaik dalam lomba Marching Band se-Jawa Barat tersebut.
Seperti layaknya lulusan SMA, Mita pun ingin melanjutkan
studi ke perguruan tinggi. Tes seleksi masuk jurusan Arsitektur Lingkungan IPB
dan Kodokteran Gigi Universitas Indonesia gagal ia lalui. Mita sempat berpikir
untuk berwirausaha, ia mencoba mengikuti kursus salon dan menjahit. Akan tetapi
harapan sang ayah agar putrinya itu menjadi seorang sarjana, membuat Mita
kembali ke jalur akademis.
Tahun 1990, Mita memilih universitas swasta Mercu Buana
untuk meneruskan studinya. Mita yang mengambil jurusan Teknik Arsitektur
kembali menikmati masa belajarnya. Terkadang, ia kurang memahami pelajaran
karena penjelasan dosen di kelas yang tidak bisa ditangkap pendengarannya.
Namun, teman-teman Mita bersedia membantu kesulitan belajarnya dengan
meminjamkan buku catatan. Mita tetap mampu mengikuti pelajaran. “Ayah, aku
pengen ngelanjutin kuliah sampai S2.” Itulah sebuah permintaan yang pernah Mita
utarakan pada ayahnya. Kondisi sang ayah yang sudah mendekati masa pensiun,
ditambah lagi adik-adik Mita yang masih butuh biaya, membuat Mita harus
memendam mimpinya. Namun, siapa sangka, rupanya Tuhan telah menyiapkan skenario
indah untuknya.
Seorang anak tunarungu-wicara, berhasil lulus tepat
waktu, meraih predikat cum laude dengan menyandang gelar mahasiswa terbaik.
Itulah sepenggal kalimat yang terlontar dari mulut sang rector pada upacara
wisuda. Tentu saja, Mita dan kedua orang tuanya terkejut, Bagaimana tidak,
hanya Mita satu-satunya mahasiswa Mercu Buana yang menyandang tunarungu-wicara
saat itu. Lebih terkejut lagi ketika ia diberitahukan bahwa prestasinya itu
membuahkan tiket beasiswa S2. Mita bebas memilih universitas yang dia
inginkan. Ayah kan udah mau pensiun, tidak ada biaya. Eh, tahu-tahu aku dapat
beasiswa.
Kebanggaan pun terpancar jelas pada ekspresi Masniari,
ibunda Mita, saat mengingat peristiwa tak terduga itu. Waktu itu tidak tahu
lagi deh perasaannya gimana. Bayangkan, dipersilakan ambil S2, ke mana saja
boleh!
Lantas, tahun 1997, Mita pun resmi menjadi mahasiswa
program Magister jurusan Desain Interior, ITB. Bukan hal mudah menempuh
pendidikan di kampus favorit itu. Tidak seperti saat S1, teman-teman Mita di
program Magister tampaknya enggan membantu dirinya yang tunarungu. “Gengsi kali
ya, banyak saingan,” komentarnya. Tidak ada uluran tangan bukan berarti Mita
patah arang. Ia tetap berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan tugas dan
melewati ujian. Usahanya berbuah manis, Mita lulus Magister Desain
Interior di tahun 2000.
Perjalanan hidupnya memang tak pernah lepas dari dunia
pendidikan. Pasca kelulusannya dari ITB, Mita kembali ke almamaternya, Mercu
Buana. Ia menjadi dosen pada jurusan Desain Interior. Aku satu-satunya dosen
Desain Interior di sana. Aku yang usulkan pada rektorat supaya jurusan itu
dibuka.” Ujar ibu dengan satu anak itu.
Meski menyandang tunarungu-wicara, Mita tidak menemui
hambatan berarti dalam mengajar mahasiswanya yang nondisabilitas. Penjelasan Mita
yang disampaikan dengan intonasi bicaranya yang tersendat, terbantu dengan
multi media. Sehingga materi yang ia sampaikan dapat diterima dengan baik oleh
mahasiswanya. “Ya, kalau memang rezekinya begitu, tentu tidak akan ada
masalah,” komentar Masniari tentang pekerjaan putrinya.
Lima tahun Mita mengajar.
Beberapa kawan Mita yang sama-sama bergelar Master telah diangkat menjadi
pegawai tetap, tapi Mita masih menjadi pegawai kontrak. Mita memang telah
memenuhi persyaratan, ia juga sudah lulus psikotes. Namun, pada hasil psikotes
terlampir kalimat, “Komunikasi diragukan”. Wanita 43 tahun itu merasa ada
diskriminasi. Dengan dorongan dari PPCI, Departemen Sosial, dan Komnasham, Mita
terus mengupayakan haknya. Sejumlah peraturan perundang-undangan penyandang
cacat ia kumpulkan untuk mendorong sang rektor agar mengangkatnya menjadi
pegawai tetap.
Beberapa bulan berlalu, belum juga ada tanggapan. Mita
mulai kehabisan kesabaran. Kembali ia datangi sang rektor, lantas berujar,
“Bapak harus segera ambil keputusan. Kalau tidak, saya akan menempuh jalur
hukum karena Bapak sudah melanggar undang-undang No. 4/1997 tentang penyandang
cacat dan bisa dikenai denda Rp 200 juta.” Hasilnya? Satu minggu kemudian, ia
diangkat menjadi pegaawai tetap.
Kemandirian wanita kelahiran Padang Sidempuan itu dalam
hidup tidak membuatnya melupakan kaum tunarungu. Meski bekerja sebagai dosen,
di akhir pekan Mita tetap aktif dalam kegiatan sosial bersama para tunarungu.
Banyak tunarungu yang tak seberuntung dirinya dalam hal memperoleh pendidikan
dan pekerjaan. Rasa ingin membantu sesama, membuat Mita memutuskan untuk
mendirikan Yayasan Sehjira pada 5 Desember 2001.
Berbagai program ia jalankan di Sehjira. Mulai dari
pengajaran bahasa isyarat, terapi wicara, pelatihan pembuatan CV, teknik
wawancara kerja, dan sebagainya. Mita berupaya memotivasi tunarungu agar dapat
memiliki rasa percaya diri untuk berbaur dalam masyarakat. Sehingga merepa
dapat menjadi manusia yang mandiri.
Menurut Mita, pendidikan merupakan hal yang sangat
penting. Mengingat masih minimnya kualitas kurikulum di SLB, Mita selalu
mendorong teman-teman tunarungu untuk masuk sekolah umum. Ia tak pernah lelah
menerapkan terapi wicara agar para tunarungu-wicara dapat berkomunikasi dengan
masyarakat, sehingga dapat diterima di sekolah umum, baik itu sekolah inklusi
maupun sekolah terpadu. Sebuah cita-cita pun tertanam dalam hati Mita. Ia
ingin suatu hari nanti mendirikan sekolah ufntuk tunarungu, mulai dari TK
sampai perguruan tinggi.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Anak tunarungu adalah anak yang
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa atau bicaranya akibat dari
kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya,
yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangannya terutama hambatan dalam berbahasa
sebagai alat komunikasi dengan orang lain, sehingga memerlukan bimbingan dan
pelayanan khusus.Kisah-kisah motivasibagi anak ABK khususnya tunarungu. Anak tunarugu tentu menginginkan kesempatan yang
sama dalam meraih masa depan yang dicita-citakannya. Dalam hal ini, berarti
peran orang di sekitarnya sangat dibutuhkan untuk membantu mengarahkan anak
tunarungu mewujudkan cita-citanya. Dengan kesadaran ini, diharapkan
potensi-potensi.
DAFTARPUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar